Kanal

Penantian Panjang Mengenal Diri

‘Al-hajju ‘arafah’. Haji itu Arafah. Hari ini kami bertolak dari pemondokan menuju padang Arafah. Bus-bus bergerak memadati jalan-jalan kota Mekkah. Mulai hari ini, Selasa 27 Juni 2023 waktu Mekkah, puncak haji akan terjadi di Arafah. Seluruh jemaah haji dari berbagai penjuru dunia akan melaksanakan ‘wukuf’ di sana. Semua berdiam di tenda-tenda yang telah disiapkan di hamparan padang yang kering dan tandus itu.

Tahun ini, jumlah jemaah haji dari seluruh dunia diperkirakan berjumlah 2,5 juta orang. Seluruhnya akan tumplek di ‘Armuzna’, Arafah-Muzdalifah-Mina, mulai malam ini. Tak ada event apapun di dunia yang bisa menandingi kolosalnya puncak haji. Dalam satu waktu, di satu tempat, jutaan orang berkumpul atas nama iman. Seluruhnya melantunkan zikir dan doa.

Berdasarkan keterangan Alquran dan Hadits Nabi, di malam 9 Dzulhijjah, hingga matahari terbit pada 10 Dzulhijjah, Allah mengampuni dosa-dosa semua yang berdiam (wukuf) di padang Arafah dan mengabulkan doa-doa mereka—memberi hidup baru yang berkah. Ya, hari Arafah adalah hari pengampunan Allah untuk hamba-hambaNya yang beriman secara sungguh-sungguh. Siapa yang tak menginginkannya?

Inilah di antara keutamaan ibadah haji, rukun terakhir yang harus dilakukan seorang muslim. Impian banyak hati orang-orang yang beriman. Hanya mereka yang mampu (istita’ah) yang bisa menjalankan ibadah yang berat ini—baik mampu secara fisik, ekonomi, pengetahuan, dan seterusnya. Konon, hanya yang ‘terundang’ yang berhak menyandang gelar ‘dhuyufurrahman’, tamunya Allah yang Maha Rahman, Maha Pengasih.

356651317 807384214084912 5727941023711813020 N - inilah.com

Wajar jika banyak orang menantikan momen ini. Karena berbagai keterbatasan, hari ini antrean haji di Indonesia sudah mencapai lebih dari 40 tahun waktu tunggu! Dan rata-rata yang berangkat tahun 2023 ini, paling cepat pernah menunggu 8 tahun. Ada yang hingga 12 tahun. Rata-rata mereka mengorbankan segalanya. Ada yang menabung puluhan tahun, ada yang menjual sawah atau rumah, bahkan dalam sakit dan fisik yang lemah sekalipun tetap memaksakan diri untuk berhaji.

Memang haji adalah puncak pembuktian iman seorang Muslim. Katanya, hanya mereka yang bersungguh-sungguh ber-Islam ingin menyempurnakan rukun-rukunnya. Jika Anda tak sedetik pun pernah ingin berhaji padahal Anda seorang Muslim, barangkali masih banyak yang perlu Anda pelajari lagi. Semoga Allah memampukan dan mengundang Anda semua ke tanah suci. Saya doakan hari ini dari Arafah.

Di perjalanan menuju Arafah, seorang Ibu menangis sesenggukan tak henti-henti. Sementara pekik ‘talbiah’ terus diteriakkan seluruh jemaah dalam bus, “Labbaikallahumma labbaik. Labbaika laa syarika laka labbaik. Innal hamda wa ni’mata laka wal mulk, laa syarika laka.” Ibu itu terus tergugu. Air mata tak berhenti menderas di tebing pipinya.

“Ibunya kenapa?” Tanya saya kepada ibu lain di sampingnya. Dari tadi ibu ini berusaha menenangkan temannya. Entah sudah sebanyak apa tisu diberikan untuk mengeringkan air mata.

Ibu itu tersenyum. “Nggak kuat katanya, Mas. Nggak percaya. Masih nggak percaya.” Jawab teman ibu yang menangis itu.

“Kayaknya kemarin-kemarin ceria aja, ya, Bu?” Tanya saya sambil tersenyum. Saya ingat pernah menyapa ibu yang menangis ini ketika ia menenteng tas-tas belanjaan, mungkin oleh-oleh untuk keluarganya di tanah air.

“Iya, Mas.” Kata teman si ibu yang menangis. “Mungkin sekarang baru kerasa. Sebelumnya pernah umrah. Pernah ke Mekkah dan Madinah. Tapi ini baru pertama haji, katanya. Sudah menunggu 8 tahun. Baru kerasa sedihnya dalam perjalanan menuju Arafah ini. Rasanya beda.” Sambungnya.

“Beda memang ya, Bu?” Saya meyakinkan. Ibu itu mengangguk. Rautnya mulai berubah sedih.

Saya tersenyum. Tapi diam-diam, di balik kacamata hitam, saya menitikkan air mata. Sungguh saya juga merasakan hal yang sama. Rasanya beda sekali. Kali ini saya di tanah suci, bergerak menuju Arafah. Maha Baik Allah telah mengizinkan hamba yang hina ini untuk berhaji.

Seiring waktu, talbiah terus berkumandang. Lama-lama suara di dalam bus makin pelan, tetapi sekaligus makin serak. Sesekali melengking fals, meleset dari intonasi seharusnya. Ternyata banyak yang mulai menangis di dalam bus. Banyak yang jadi terdiam. Sungguh baru terasa, kami semua sedang bergerak menuju Arafah. Menuju puncak ibadah haji.

Di sepanjang jalan, gunung-gunung batu, jalanan yang tandus dan berdebu. Apa rasanya penantian bertahun-tahun, hal yang paling ditunggu-tunggu, yang sangat dirindukan sampai kita korbankan segalanya, akhirnya kini hampir di depan mata? Apa rasanya jika Allah menjawab doa yang kita panjatkan setiap malam agar dianugerahi nikmat berhaji—dan kini tinggal sebentar lagi. Tinggal hitungan jam saja.

Dan di sanalah Arafah. Seperti kota yang dipenuhi tenda. Gunung yang disulap menjadi hamparan manusia. Mulai malam ini hingga esok malam, kami akan berdiam di sini. Ya, berdiam. ‘Wukuf’. Merenungi kesalahan diri, menemukan diri yang sejati. Semoga Allah menganugerahkan kita semua pengetahuan dan cahaya terang yang menuntun kita ke depan. Ke masa depan yang lebih baik. Sehingga kita tahu dan mengenal, ‘arafa. Mengenal diri dan mengenal Tuhan yang menciptakan diri.

Ya, haji itu ‘arafa. Mengenal diri dengan segala batas dan kekurangan-kekurangannya. Mengenal Allah Sang Pemilik Diri dengan segala KemahaanNya. Semoga setelah mengenal semua itu, hanya hal-hal yang baik yang melingkupi hidup kita. Mabrur.

Sore ini, saya sudah di tenda di Arafah. Perjuangan untuk lebih mengenal diri akan dimulai dari sini. Saya pun telah menantikannya lama sekali.

Labbaikallahumma hajjan!

Arafah, 8 Zulhijjah 1444H

FAHD PAHDEPIE

Back to top button