Market

‘Omon Omon’ Direktur Baru Pertamina, Mampukah Atasi Utang Segunung


Analis dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengkritisi direktur baru di Pertamina, yakni Direktur Manajemen Risiko  yang dijabat Lin Febrian.

“Apa maksudnya? Sudah begitu besarkah risiko keuangan yang dihadapi Pertamina? Apakah utang pertamina sudah berada pada level yang sangat membahayakan?  Atau direktur baru ini diisi para ahli utang, agar Pertamina terus menumpuk utang baru. Itu semua harus dijawab Pertamina,” kata Salamuddin, Jakarta, Jumat (25/5/2024).

Dalam catatan Salamuddin, utang Pertamina mengalami kenaikan yang signifikan dalam lima tahun terakhir. Pada 2022. utang Pertamina mencapai US$50,596 miliar, atau setara Rp809,5 triliun (kurs Rp16.000/US$).

Atau naik 65 persen jika dibandingkan utang Pertamina pada 2018 sebesar US$35,108 miliar atau setara Rp491,5 triliun (kurs Rp14.000/US$).

“Utang Pertamina telah mencapai 58 persen dari total aset perusahaan. Apa yang telah dibangun Pertamina dengan utang yang sebentar lagi mendekati Rp1.000 triliun tersebut? Kita tunggu laporan keuangan tahun 2023,” ungkapnya.

Jika dilihat dari kacamata pengusaha, kata Salamuddin, banyak utang boleh-boleh saja. Tapi, utang itu menjamin pengusaha meraih masa depan yang gemilang. Artinya, utang untuk memperbesar aset, memperkaya perusahaan, dan setiap utang akan melipatgandakan pendapatan dan keuntungan.

“Lalu bagaimana dengan Pertamina? Bisakah perusahaan migas pelat merah ini melunasi utang ketika dunia sibuk melakukan transisi energi. Dunia bersiap meninggalkan minyak,” kata dia.

Kalangan ahli, lanjut Salamuddin, memerkirakan era minyak bakal berakhir, bukan 10 tahun terlalu cepat namun 20 tahun terlalu lama.

“Sementara Pertamina paling cepat lunasi utangnya dengan mengumpulkan laba selama 15 tahun. Jadi sulit mengejarnya ya,” pungkasnya. 

Back to top button