News

Serpihan Peluru Bersarang di Kepala Brigadir J: Timah di Pipi Kiri, Kuningan dalam Otak

Sidang perkara pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo Cs berlanjut pada pemeriksaan ahli dari penuntut umum. Ahli balistik dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri, Arif Sumirat, membeberkan luka tembak yang dialami korban sekaligus membeberkan proyektil yang bersarang dilesatkan dari senjata Glock 17 dan HS.

Arif membeberkan, lesatan peluru dari senjata Glock 17 meninggalkan proyektil yang mengandung timah berwarna abu-abu. Senjata jenis ini disebut-sebut digunakan terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E menembak Brigadir J. Sedangkan jenis peluru yang melesat dari HS diduga digunakan Ferdy Sambo, memiliki kandungan kuningan, tersangkut dalam jaringan otak korban. (Baca: Inilah Momen Ferdy Sambo Mengaku Tembak Brigadir J)

“Pipi kiri itu mengandung timbal warnanya abu-abu. Kalau di istilah sederhana, timah. Kalau yang di jaringan otak ada dua, timbal dan jaket anak peluru yang terbuat dari kuningan,” kata Arif, menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).

Kendati demikian, ahli tidak bisa memastikan jenis senjata Glock 17-MPY851 dan HS yang digunakan dalam peristiwa pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri pada 8 Juli 2022 yang lalu. Alasannya, serpihan peluru yang ditemukan berbentuk sangat kecil. Namun ahli menyimpulkan korban tewas lantaran ditembak senjata berkaliber 9 milimeter.

“Iya jadi di jaket anak peluru itu mengandung kuningan, di bagian dalamnya timah. Proyektil itu diselimuti, dan di dalamnya timah,” ujarnya, membeberkan hasil uji balistik.  “Serpihan peluru pertama dari jaringan otak, ada jaket anak peluru dan timbal bentuknya kecil sekali, yang satu lagi dari pipi,” lanjut Arif.

“Untuk serpihan kita tidak bisa membedakan antara Glock atau HS. Tapi kita bisa simpulkan itu kaliber 9 milimeter,” tuturnya.

Sidang lanjutan kasus Brigadir J mengagendakan pemeriksaan ahli untuk lima terdakwa sekaligus. Enam ahli dihadirkan yakni ahli bidang DNA, sidik jari, balistik dan digital forensik. Untuk pemeriksaan empat ahli DNA dan digital forensik, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso memutuskan menggelar sidang secara tertutup karena berpotensi mengganggu keamanan umum masyarakat.

Sedangkan, dua saksi lainnya yakni ahli poligraf Aji Febriyanto Ar-rosyid dan ahli balistik Arif Sumirat diperiksa lebih awal dengan format sidang secara terbuka.

Back to top button