News

Seperti Ditipu, Bivitri: KPU Salah Tafsir Putusan MK Soal Napi Koruptor Jadi Caleg

Pengamat Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai bahwa argumen Komisi Pemilihan Umum (KPU), terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal masa jeda lima tahun bagi eks narapidana korupsi sudah salah tafsir.

“Tadi saya baca lagi ya argumen dari KPU, saya sampai buka lagi putusan dari MK, dua-duanya. Dan ya, kita itu betul-betul seperti mau ditipu ya, sampai dituliskan 29 putusan, saya sampai tidak mungkin rasanya,” ujar Bivitri dalam diskusi bertajuk ‘Kotak Pandora Kebijakan KPI RI: Menggelar Karpet Merah Untuk Napi Korupsi dan Menghapus Pelaporan Dana Kampanye’ secara virtual pada Minggu (11/6/2023).

“Karena saya sudah baca putusannya, sudah baca konklusinya, jadi putusan MK itu kan putusan yang diketoknya itu di amar putusan, tapi memang kerangka pikirnya ada di bagian pertimbangan hukum,” lanjutnya.

Ia menyebut, bahwa pada bagian pertimbangan hukum ini, juga terdapat struktur lagi di mana MK akan mengutip putusan terdahulu untuk menjadi referensi.

“Biasanya MK akan mengutip putusan yang terdahulu untuk menjadi referensi mereka, sampai ada kemudian konklusi yang bisa dibilang bahwa karena konklusi ini, maka kami mengambil putusan seperti ini,” terangnya.

“Dituangkan lah dalam amar putusan, kira-kira begitu ceritanya dalam sebuah struktur putusan MK,” sambungnya.

Lalu ia pun menyinggung mengenai putusan MK perihal ini yang dimuat pada halaman 29, terkait poin sepanjang tidak dicabut hak politiknya.

“Jadi yang dikatakan, yang dijadikan argumen bahwa putusan itu soal sepanjang tidak dicabut hak politiknya itu, sebenarnya MK sedang mengutip keputusan terdahulu. Jadi bukannya judicial order dari putusan MK,” tegas Bivitri.

“Kalau kita baca ke bawah konklusinya, kita akan menemukan bahwa MK jelas sekali ingin menyimpulkan, ingin mengatakan bahwa memang jeda lima tahun itu sifatnya kewajiban tidak menghitung lagi,” lanjutnya.

Oleh karena itu, tentu bagian pencabutan hak politik ini bukan dalam rangka penyampaian pandangan MK. “(Jadi) yang ingin saya katakan adalah kita berada dalam situasi yang sangat unik untuk Pemilu 2024 nanti. Uniknya karena pemerintahan harus berganti, dengan presiden yang harus berganti,” imbuh dia.

“Sehingga begitu banyak tantangan yang harus kita hadapi dan yang kedua tidak hanya tantangan yang kita perkirakan, tapi juga sudah muncul banyak sekali isu,” tandasnya.

Mulai dari isu penundaan pemilu berkali-kali, tiga periode, ucap Bivitri menambahkan. Kemudian juga terkait dengan putusan Partai Prima yang menurutnya masyarakat perlu waspada akan hal ini.

“Kemudian banyak hal lainnya yang membuat kita menjadi harus lebih hati-hati, kita tetap harus menjaga pemilu 2024 ini. Karena tujuan kita adalah mengantarkan Indonesia untuk mengganti pemerintahan dengan baik dan menghasilkan suatu pemerintahan yang legitimate,” ucap dia.

“Dan di luar itu tentu saja selain legitimate, kita justru semangatnya, berupaya mengatasi segala macam kritik yang selama ini sudah kita lancarkan,” tutup Bivitri.

Back to top button