News

Ridwan Saidi di Mata Ekonom Senior, Prof Didik: Konsisten Kritis Sejak Aktivis

Senin, 26 Des 2022 – 09:40 WIB

Ridwan Saidi Budayawan - inilah.com

Budayawan Betawi Ridwan Saidi meninggal dunia dalam usia 80 tahun pada Minggu (25/12/2022) pagi. (foto: Arsip)

Di mata ekonom senior yang kini menjabat Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini, Ridwan Saidi bukan sekedar budayawan Betawi. Karir politik layak jadi panutan. Konsisten merawat pemikiran kritis sejak aktivis, hingga akhir hayat.

Mengingatkan saja, Ridwan Saidi meninggal pada Minggu pagi (25/12/2022) di RSPI Bintaro, Tangerang Selatan. Berikut catatan Prof Didik yang diterima Inilah.com, Jakarta, Senin (26/12/2022).

“Waktu saya masih mahasiswa 1980-an dan belajar berorganisasi, Ridwan Saidi sudah malang-melintang sebagai anggota DPR dari PPP. Saya kenal secara pribadi sebagai aktivis HMI dan berinteraksi terus-menerus, setidaknya 2-3 tahun pada 1983-1985. Sebelum saya melanjutkan S2 dan S3. Orangnya egaliter, gaya bicaranya berintonasi kuat, tetapi humoris sambil mengejek apa dan siapa yang diktiriknya.”

Di jagat politik nasional, lanjut mantan anggota DPR asal PAN ini, suara anggota DPR, Ridwan Saidi begitu nyaring. Meski, tidak mampu mengubah peta politik Orde Baru (Orba) yang sangat kuat kala itu. Berbeda dengan kelompok Petisi 50, yang langsung ditumpas Orba, karena frontal head to head dengan Soeharto. “Kritik Bang Ridwan lebih lunak dan lewat status formalnya sebagai anggota DPR, sehingga tidak pernah sedikit pun ada indikasi untuk ditangkap,” terang Prof Didik.

Kekuatan oposisi, menurutnya, tidak ada artinya di tengah kekuatan politik otoriter pada waktu itu. Tetapi kritik-kritik yang dilontarkan Ridwa Saidi memberikan pelajaran bahwa dalam demokrasi harus ada suara yang berbeda. Dan, mungkin bisa menjadi alternatif. Simbol kritik yang menggema secara nasional itu ada pada figur Ridwan Saidi.

“Praktis seumur hidupnya, Ridwan Saidi berada di luar lingkar kekuasaan dan tidak pernah menyesal memainkan peranan kritis terhadap kekuasaan. Ridwan Saidi adalah aktivis HMI lulusan Universitas Indonesia (UI), yang ditempa sejarah aktivisme sangat panjang bersamaan dengan perubahan besar di negeri ini, mulai dari Orde Lama, Rovolusi Kudeta PKI dan Orde Baru, masa transisi sulit kejatuhan Orde Baru, sampai masa demokrasi bebas sekarang ini,” beber Prof Didik.

Ketika hampir dua dekade pasca reformasi, lanjut Prof Didik, demokrasi mengalami kemunduran. Dan, Ridwan Saidi bersuara di publik agar pemerintah tidak main tangkap terhadap lawan politiknya. Tindakan penangkapan sejumlah aktivis seperti Ahmad Dhani, Buni Yani dan Slamet Ma’arif dan lain-lain, diyakini merupakan bentuk perlakuan hukum diskriminatif. Penegakan hukum era Jokowi akan menjadi sorotan internasional, terutama Komnas HAM Internasional.

“Tidak hanya beberapa orang tersebut, banyak ulama, aktivis Jumhur Hidayat dan Dr Syahganda Nainggolan diberangus aparat hanya gara-gara posting WA (Whats App) kritis terhadap pemerintah. Aura pemerintahan yang otoriter mulai kelihatan karena konsolidasi kekuasaan hampir mutlak seperti di parlemen menguasai 82 persen, dan aparat berpusat kepada presiden. Menurut saya, figur seperti Ridwan Saidi diperlukan untuk menjaga demokrasi agar tidak tergelincir mengarah ke otoriter,” imbuh Prof Didik.

Menurut Prof Didik yang berdarah Madura ini, tidak hanya kritik masalah politik, Ridwan Saidi juga mengkritik masalah pembangunan dengan mengatakan bahwa pemerintah boleh saja mempunyai rencana memindahkan ibu kota ke wilayah manapun. Namun, ia ragu langkah tersebut tidak akan terealisasi karena tidak didukung rakyat. Kalau gagasan yang jumpalitan tidak jelas dan terburu-buru biasanya kagak bakal jalan.

Meskipun selalu kritis, kata Prof Didik, Ridwan Saidi juga bisa memuji pemerintah, termasuk Jokowi saat menjabat Gubernur DKI. Ridwan Saidi, salut terhadap Gubernur DKI Jakarta Jokowi yang memiliki kepedulian untuk membangun Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pembangunan Kampung Betawi, sangat baik untuk melestarikan Budaya Betawi yang mulai terancam eksistensinya. Di Singapura saja ada Kampung Melayu, yang dipelihara. “Selamat Jalan Bang Ridwan,…

Back to top button