News

Rencana Grasi Massal Napi Narkoba Tak Tepat, Diduga Sarat Kepentingan Politik Jelang Pilpres

Komisi III DPR RI mempertanyakan rencana pemerintah memberikan grasi massal untuk narapidana kasus narkoba. Pasalnya, rencana tersebut dinilai tak tepat lantaran tidak memiliki urgensi. Sebaliknya, mencuat dugaan terkait kepentingan politik jelang Pemilu maupun Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Kami minta pemerintah jangan abuse of power, menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan sesaat, yaitu memberi grasi kepada napi narkoba untuk memenangkan salah satu parpol atau calon presiden (capres) tertentu,” kata Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Santoso kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Jumat (13/10/2023).

Santoso menjelaskan, penggunaan kekuasaan untuk kepentingan politik sangat tidak adil.

“Menyalahi prinsip demokrasi,” ujar dia menegaskan.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan soal pemberian grasi secara massal terhadap narapidana kejahatan kasus penyalahgunaan narkoba.

“Itu kan diusahakan sebelum 2024 berakhir sudah bisa dilaksanakan. Tapi, ini sekarang baru pada tingkat menko polhukam dengan para menteri. Nanti, sesudah semua siap, akan disampaikan kepada presiden untuk keputusan sidang kabinet,” kata Mahfud MD dalam keterangannya di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (12/7/2023).

Mahfud menjelaskan, dari total 270 ribu narapidana penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas), 51 persen di antaranya terlibat kasus narkoba. Imbasnya, lapas menjadi sangat padat.

Menurut Mahfud, dari pengamatannya, banyak dari narapidana kasus narkoba itu terjebak rekannya atau terjebak oleh aparat-aparat “nakal”.

Atas dasar itu, ucap Mahfud, pemerintah merancang pemberian grasi massal. Usulan pemberian grasi massal juga akan dibahas oleh Kemenko Polhukam dan Mahkamah Agung (MA).
    

Back to top button