Kanal

PPP, ‘Rumah Besar Umat Islam’ yang Tak Putus Dirundung Prahara

Selasa, 06 Sep 2022 – 07:33 WIB

Kampanye Ppp 20150915 194928 - inilah.com

Kampanye PPP (Foto: ist)

“Kebutuhan politik terkadang berubah menjadi kesalahan politik”— George Bernard Shaw

Kabar mengejutkan mengguncang arsy politik Nasional. Suharso Monoarfa resmi diberhentikan dari jabatan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) oleh Majelis dan Mahkamah Partai dalam Musyawarah Kerja Nasional di Serang, Banten, Senin (5/9/2022). Muhammad Mardiono kemudian ditunjuk sebagai Plt Ketua Umum PPP menggantikan Suharso. Pemberhentian ini buntut dari ketidakpuasan akar rumput PPP terhadap kinerja Suharso, dan puncaknya dipicu oleh pernyataan Suharso soal ‘amplop kiai’. Pernyataan Suharso itu dianggap menyinggung kalangan pesantren, yang merupakan basis massa penting partai berlambang Ka’bah itu.

Sebetulnya goncangan di tubuh PPP berlangsung lama. Pasca Reformasi 1998, partai yang merupakan hasil fusi 1973 dari empat partai — Partai Nadhlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia, dan Partai Islam Perti —, seperti tak henti didera persoalan. Pada era kepemimpinan Hamzah Haz bahkan, misalnya, beberapa kader potensial seperti K.H. Zainuddin MZ dan Djafar Badjeber menyatakan keluar dari PPP. ‘Dai Sejuta Umat’ itu pada 20 Januari 2002 membentuk PPP Reformasi.

Kepemimpinan Hamzah Haz berakhir 2007. Suryadharma Ali naik ke kursi Ketua Umum PPP. Suryadharma pun sempat digoyang pengurus teras PPP akibat kehadirannya di kampanye Partai Gerindra. Kehadiran Suryadharma di kampanye Gerindra itu, selain tak sesuai fatsun politik, juga disebut melanggar AD/ART partai. Beberapa DPW PPP menuntut dilakukan rapat pleno untuk meminta pertanggung-jawaban Surya. Tapi konflik itu dapat diatasi. PPP kemudian resmi mendukung pasangan Prabowo-Hatta pada pilpres 2014.

Usai Kepemimpinan Suryadharma, masih ada bom waktu. Sempat terjadi dualisme dalam tubuh PPP. Muktamar Surabaya menetapkan Romahurmuziy sebagai Ketua Umum. Sedangkan muktamar di Jakarta menetapkan Djan Faridz, pengusaha pemilik Blok B Pasar Tanah Abang, sebagai ketua umum PPP. Surya berada di kubu Djan Faridz. Setelah melalui pertarungan panjang, Romahurmuziy memenangi perkara perebutan PPP di Mahkamah Agung.

Prahara yang menerpa kapal besar PPP tak hanya soal kisruh internal partai. Dua ketua umumnya tercatat masuk penjara terkait perkara korupsi. Pada 2015 Pengadilan Tipikor mulai mengadili Suryadharma terkait korupsi penyelenggaraan ibadah haji sekaligus penyelewengan Dana Operasional Menteri (DOM). Surya didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setelah melalui pengadilan yang Panjang, Suryadharma akhirnya divonis enam tahun penjara.

Tapi muncul prahara yang lebih dahsyat. Ketua Umum PPP Romahurmuziy, yang juga menteri agama, ditangkap KPK di sebuah hotel di Surabaya pada 15 Maret 2019. Romi tertangkap tangan menerima sejumlah uang terkait jual-beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama. Selama berhari-hari media mengulas penangkapan Romi, yang dikenal dekat dengan Presiden Joko Widodo itu. Foto Romi dengan rompi oranye KPK menjadi headline di banyak media. Jagad politik heboh. Dan akar rumput PPP makin rapuh. Romi diputus bersalah dan divonis dua tahun penjara. Dan itu makin menodai reputasi PPP.

Suharso Monoarfa sebetulnya figur senior di partai. Dia sempat diharapkan dapat menjungkit kejayaan PPP, setelah prahara demi prahara menerpa partai yang mengusung motto ‘Rumah Besar Umat Islam’ itu. Tapi sepertinya harapan itu tak dipenuhi Suharso — walupun bukan sepenuhnya kesalahan di era Suharso. Sebelumnya banyak keputusan DPP partai yang dianggap blunder. Dukungan PPP pada Ahok di Pilkada Jakarta, misalnya, dipercaya sebagai salah satu kesalahan terbesar partai ka’bah itu. Akar rumput PPP tentu saja tak menerima keputusan itu. Sebab, Ahok tengah terjerat kasus penodaan agama yang dianggap menyakiti umat Islam.

Lembaga Survei SMRC Sabtu (3/9/2022) merilis hasil survei terbaru. Hasilnya sungguh mencemaskan. Jika diadakan pemilu saat ini, Partai Persatuan Pembangunan hanya meraup 2,7 persen suara. Itu artinya, untuk pertama kali sejak berdiri setengah abad silam, PPP terancam tak lolos ke Senayan. Survei ini dilaksanakan pada 5-13 Agustus 2022 dengan melakukan wawancara tatap muka terhadap 1.220 responden yang dipilih secara acak. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan asumsi simple random sampling.

Survei yang dilakukan lembaga lain pun menunjukan hasil serupa. Indonesia Political Opinion pada Juni 2022 juga merilis angka yang tak menggembirakan. PPP hanya meraup 2,4 persen suara pada survey IPO. Hanya Lembaga Survei Indonesia yang sedikit memberi angin segar. Pada survey yang dilakukan pada periode 13 – 21 Agustus 2022, PPP mendapat porsi 4,2 persen suara pemilih. Itu berarti ada secuil harapan partai ini lolos lubang jarum ambang batas parlemen.

Setiyardi Budiono

Back to top button