Arena

Piala Dunia Qatar, Kontroversi dan Bayangan Permainan Buruk

Piala Dunia yang menjadi puncak persaingan sepak bola dunia selalu menjadi sorotan. Namun, perhelatan Piala Dunia 2022 kali ini yang digelar di Qatar agak berbeda dengan diwarnai banyak kontroversi dan pesimisme terhadap kinerja para pemainnya.

Piala Dunia 2022 akan digelar mulai akhir pekan ini, 20 November sampai 18 Desember 2022. Penentuan lokasi tuan rumah Piala Dunia kali ini memang istimewa mengingat menjadi yang pertama diadakan di Jazirah Arab dengan mayoritas penduduk Muslim.

Piala Dunia 2022 ini juga akan menjadi Piala Dunia FIFA kedua yang diadakan sepenuhnya di Asia setelah Piala Dunia 2002 digelar di dua negara, yakni Korea Selatan dan Jepang. Kompetisi sepak bola terbesar ini akan melibatkan 32 tim dari negara-negara yang sudah lolos seleksi sebelumnya.

Tak lepas dari kontroversi

Penunjukkan Qatar sebagai tuan rumah sejak awal sudah banyak diwarnai kontroversi. Karena itu, beberapa minggu ke depan akan menjadi momentum bagaimana benturan nilai antara Barat liberal dan negara-negara kaya Arab terjadi di arena internasional ini.

Mengutip Bloomberg, ada beberapa kontroversi yang mengiringi perhelatan terbesar kompetisi sepak bola dunia ini. Meskipun beberapa pengusaha Qatar sudah memiliki beberapa klub sepak bola liga utama Eropa, penggemar bola di belahan barat dunia, sempat marah karena sebuah negara tanpa tradisi asli dalam permainan ini telah memenangkan hak untuk menjadi tuan rumah turnamen melalui kekuatan finansial.

Ditambah lagi, Piala Dunia tidak diadakan selama liburan musim panas seperti biasa tetapi pada bulan November, yang berarti mengganggu kompetisi sepak bola domestik di belahan bumi utara selama enam minggu.

Ada beberapa kontroversi lainnya yang sempat muncul. Misalnya catatan tentang pelaksanaan hak asasi manusia di Qatar. Negara ini yang diperintah oleh dinasti Al Thani, dikenal telah memenjarakan banyak orang Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT). Ini bisa dimaklumi mengingat negara ini cukup ketat melaksanakan syariah Islam.

Lalu juga ada tudingan korban manusia, sekitar 6.500 pekerja migran meninggal saat membangun infrastruktur turnamen yang berkilauan dan dibangun khusus di Qatar, termasuk jalan raya, hotel, dan delapan stadion pameran (satu dirancang seperti tenda Badui, yang lain dibangun dari 974 kontainer pengiriman daur ulang). Pihak berwenang di Qatar sendiri telah membantah tudingan itu.

Bahkan Sepp Blatter, mantan Presiden FIFA, otoritas internasional tertinggi sepak bola, menggambarkan keputusannya untuk memberikan Piala Dunia kepada Qatar pada 2010 sebagai pilihan yang buruk. Blatter baru-baru ini mengatakan kepada surat kabar Swiss Tages-Anzeiger, “Ini negara yang terlalu kecil. Sepak bola dan Piala Dunia terlalu besar untuk ini.”

Kontroversi lainnya adalah tuduhan korupsi. Departemen Kehakiman AS percaya bahwa anggota FIFA telah disuap untuk memilih Qatar, meskipun negara itu telah berulang kali membantahnya. Blatter sendiri dibebaskan dari tuduhan penipuan oleh pengadilan Swiss pada bulan Juli.

Namun, hal-hal tidak terlihat di mata umum adalah kontroversi dari sisi perspektif kepentingan Qatar. Selama ini Qatar bersaing dengan Uni Emirat Arab (UEA) untuk mendapatkan keunggulan komersial di Teluk. Jadi memenangkan hak untuk menggelar Piala Dunia adalah keuntungan propaganda yang sangat besar.

Hal ini sebenarnya wajar. Piala Dunia seringkali tak lepas dari kepentingan propaganda seperti yang dilakukan Mussolini Italia pada 1934, junta militer kejam Argentina pada 1978, dan Rusia Vladimir Putin pada tahun 2018. Apalagi Al Thani memiliki miliaran dana untuk dibelanjakan, sementara Barat menginginkan uang dan gas alam cair mereka.

Di samping kontroversi yang bersifat negatif, penunjukkan Qatar juga mendapat sambutan positif dari banyak birokrat barat. Mereka tidak peduli dengan politik selama pertandingan berjalan sesuai jadwal. Mereka juga berpandangan ini hanya kepentingan bisnis.

Kesiapan Qatar

Qatar sebenarnya sudah memiki banyak pengalaman menjadi penyelenggara acara-acara kelas dunia yang dihadiri banyak orang. Dari sisi tingkat kesiapan dan logistik sudah sangat teruji. Misalnya menjadi tuan rumah Piala Dunia Klub FIFA pada 2019 dan Piala Arab FIFA pada 2021. Kedua turnamen tersebut diselenggarakan tanpa terjadi insiden besar.

Hanya saja, menurut Simon Chadwick, Profesor Ekonomi Olahraga dan Geopolitik, Sekolah Bisnis Skema di Paris, mengutip The Conversation, masih ada tantangan utama terutama mengingat besarnya volume pengunjung. Para pengamat memperkirakan akan ada lebih dari 1,2 juta orang yang melakukan perjalanan ke Qatar selama periode November hingga Desember.

“Untuk negara berpenduduk 3 juta jiwa, ini adalah arus masuk yang sangat besar yang akan menguji ketahanan infrastruktur penting, termasuk jalan raya, angkutan umum, pasokan air, dan kapasitas pembuangan limbah,” katanya.

Beberapa pekerja imigran telah diberitahu untuk meninggalkan Qatar dan diharapkan kembali setelah turnamen selesai. Pegawai pemerintah juga telah diimbau untuk bekerja dari rumah selama Piala Dunia, dan sekolah serta perguruan tinggi akan ditutup.

Khawatir akan kemacetan, pemerintah Qatar juga akan menghentikan lalu lintas memasuki Doha pada hari Jumat (biasanya hari tersibuk dalam seminggu) dan saat ini sedang menguji 700 bus listrik bertuliskan World Cup untuk mengantisipasi potensi masalah transportasi.

Bahwa banyak dari mereka tidak akan mampu membeli tiket pertandingan tidak menjadi perhatian otoritas Qatar. Bagi Qatar, Piala Dunia adalah tentang ambisi pembangunan bangsa, memproyeksikan kekuatan perangkat lunak dan mengubah persepsi internasional.

Pesimisme permainan tak optimal

Piala Dunia FIFA kali ini untuk pertama kalinya dimainkan di panasnya iklim Timur Tengah. Qatar dikenal sebagai salah satu negara terpanas di dunia. Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 14 hingga 41 derajat Celsius, tetapi di sebagian besar bulan, suhu dapat dengan mudah melebihi 30 derajat Celsius.

Hari terpanas di Qatar tercatat pada Juli 2010 ketika suhu mencapai puncaknya pada 50,4 derajat Celsius. Pada Juni 2022, suhu tertinggi tahunan adalah 48 derajat Celsius.

Piala Dunia umumnya diadakan pada pertengahan tahun tetapi panasnya Qatar yang ekstrim memaksa FIFA untuk mengubah tanggal turnamen. Piala Dunia 2022 dimulai pada 20 November di Qatar ketika suhu umumnya mulai turun menuju musim dingin.

Pertandingan di awal-awal kemungkinan akan menjadi yang terpanas dengan suhu tertinggi 26-28 derajat Celsius. Dua pertandingan grup setiap hari turnamen akan dimainkan pada pukul 13.00 dan 16.00 (waktu setempat) dan inilah saat suhu tertinggi Piala Dunia akan ditemui. Pertandingan di babak sistem gugur akan dimainkan secara eksklusif di malam hari untuk lebih mengurangi panas di Qatar.

Untuk mengurangi suhu yang panas, pejabat Qatar memastikan bahwa kedelapan stadion yang menjadi ajang kompetisi ini akan ber-AC. Meskipun ada kekhawatiran atas kemampuan mesin pendingin untuk menurunkan suhu secara substansial di stadion terbuka, setiap tempat telah dilengkapi dengan unit pendingin yang dirancang khusus.

Suhu tinggi menjadi momok yang menakutkan bagi para peserta Piala Dunia 2022. Pemain yang bukan berasal dari Timur Tengah yang terbiasa dengan suhu dingin dikhawatirkan akan kepayahan dengan suhu panas di Qatar yang cukup ekstrem. Suhu panas bisa lebih cepat menguras energi pemain sehingga akan mempengaruhi penampilan mereka menjadi tidak optimal.

Terlepas dari banyaknya kontroversi tentang pelaksanaan Piala Dunia 2022 di Qatar serta bayangan permainan yang buruk, ajang ini patut ditonton para pengemar sepak bola termasuk di Tanah Air. Sejenak, kita bisa melupakan hiruk pikuk politik, ancaman krisis ekonomi dan masalah-masalah lain yang ada di sekitar kita.

Bersiaplah di depan televisi.

Back to top button