News

Peneliti LSI Denny JA: PPP akan Semakin Terpuruk Jika Jadi Agen Tunda Pemilu

Pamor Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akan semakin redup dan terpuruk jika mengambil posisi sebagai agen tunda pemilu dengan terus mengampanyekannya. Bukan tidak mungkin PPP akan terlempar keluar dari gedung DPR Senayan. Apalagi, dalam konteks data di seluruh lembaga survei, elektabilitas partai yang lahir di era orde baru itu, tak pernah tembus di angka aman 4 persen.

“Saya ikut menyayangkan jika PPP yang memiliki sejarah panjang sebagai partai lama harus mengakhiri keberadaannya sebagai parpol justru di era pemerintahan Pak Jokowi yang didukungnya habis-habisan. Ini tragis,” kata Direktur Eksekutif Citra Komunikasi Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Toto Izul Fatah di Jakarta, Senin (13/2/2023).

Dalam kaitan itulah, Toto berpendapat, PPP sebaiknya tak menghabiskan energinya untuk sebuah agenda yang tak perlu dengan ikut mengampanyekan isu tunda pemilu. Selain tak ada urgensinya, tunda pemilu juga dinilai sebagai penghianatan terhadap demokrasi dan konstitusi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Plt Ketua Umum DPP PPP Mardiono secara vulgar menyampaikan, bahwa peluang tunda pemilu itu fifty-fifty dengan alasan kondisi perekonomian nasional yang belum stabil pasca covid-19.

Menurut peneliti senior LSI Denny JA ini, PPP akan lebih baik fokus pada persiapan menghadapi kontestasi Pemilu pada 2024 nanti, antara lain dengan menyiapkan dan merekrut sejumlah kader potensial yang berkualitas untuk bertarung di Pileg nanti. Bukan sibuk berkampanye tunda Pemilu.

Apalagi, lanjut Toto, PPP hari ini sedang kehilangan dua magnet yang menjadi nyawa sebuah partai, yaitu magnet figur dan magnet program.

“Apa coba yang bisa dijual dari PPP hari ini. Figur kuat yang menjadi magnet publik tak ada. Program besar yang bisa dilirik publik pun tak ada,” ungkapnya.

Toto menegaskan, dengan hilangnya dua magnet publik itu, PPP juga akan makin kehilangan ‘jenis kelaminnya’ sebagai partai Islam. Diperparah lagi, saat pimpinannya di bawah komando Plt Ketum Mardiono mengambil langkah kontra produktif, memecat sejumlah kader potensialnya dari kalangan ulama dan habib di DPW PPP DKI.

Kebijakan Plt Ketum PPP itu, menurut Toto, sangat potensial mengundang berbagai spekulasi liar. Salah satunya, PPP dianggap sedang dalam posisi tersandera kekuasaan. Sehingga, berbagai kebijakan partai itu dinilai sebagai kompromi atas pesanan kekuasaan.

Karena itu wajar, lanjut Toto, jika muncul opini bahwa PPP sedang menggantungkan nasibnya di bawah penguasa saat ini. Padahal, tren kekuasaan menuju 2024 itu sedang mengarah ke powerless. Ini artinya, PPP sedang bergantung pada ranting pohon yang kering.

“Sebuah positioning yang keliru jika PPP berharap limpahan berkah dari pemilih yang puas kepada Pak Jokowi. Kenapa? Karena nyawa PPP selama ini hidup dari captive market, pemilih muslim tradisional yang punya kecendrungan antitesa kepada Pak Jokowi,” jelasnya.

Back to top button