News

Panji Gumilang di Al Zaytun: Minim Prestasi, Sarat Kontroversi

“Al Zaytun itu memang dari perjalanannya sampai sekarang, itu banyak kontroversialnya sangat tinggi dan cenderung meresahkan masyarakat dan melawan arus. Terutama umat Islam yang mayoritas, jadi biar tidak ada waksangka publik atau umat, ya sebaiknya memang harus ditutup sehingga tidak ada istilah beking membeking, atau negara dikalahkan oleh orang tertentu, itu tidak boleh,”

Meski diterpa sederet kontroversi sejak berdiri tahun 1999, Pondek Pesantren (Ponpes) Al Zaytun tetap eksis sampai saat ini.

Di bawah pimpinan Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, ponpes yang terletak di desa Mekarjaya, kecamatan Gantar, kabupaten Indramayu, Jawa Barat itu, bolak balik memantik kegelisahan sisi keagamaan umat Islam.

Ponpes seluas 1.200 hektar itu kokoh berdiri, tak goyang meski diterpa isu sesat lewat tampilan dan tingkah laku sang pemimpin, Panji Gumilang.

Tahun 2002, Panji Gumilang jadi sorotan setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyimpulkan ada keterkaitan kepemimpinan dan finansial antara Ma’had Al-Zaytun dengan Negara Islam Indonesia (NII) KW 9.

KW 9 yang dimaksud, merupakan singkatan dari Komandemen Wilayah. Ken Setiawan, mantan anggota NII KW 9 pernah menjelaskan, bahwa semasa kepemimpinan almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo hanya ada tujuh komandemen.

“Komandemen Wilayah 8 di Lampung dan Komandemen Wilayah 9 untuk Jakarta baru ditambah belakangan,” kata Ken yang kini memimpin NII Crisis Centre di Jakarta, lembaga swadaya yang membantu para korban pengrekrutan kelompok itu. Penambahan itu terjadi semasa kepemimpinan Adah Djailani.

NII KW 9 yang kemudian dipimpin oleh Abu Toto yang banyak dikenal dengan nama Panji Gumilang mencapai sukses besar dalam pengrekrutan jemaah dan pengumpulan dana.”KW 9 itu kan dianggap bagus karena ketika dipegang oleh Panji Gumilang sukses dalam hal pendanaan dan pengrekrutan jamaah baru,” kata Ken yang pernah ‘belajar’ selama 4 tahun di Al Zaytun.

Dari sukses pengumpulan dana inilah Panji Gumilang membangun komplek pondok pesantren Al-Zaytun di Indramayu. Kawasan Al-Zaytun inilah yang dijadikan “ibu kota” oleh NII KW-9.

Namun meski sudah dicap sebagai NII, nyatanya Panji Gumilang tak tergoyang. Justru dukungan terus datang.

Tahun 2011, Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang saat itu menjabat panglima Kodam III/Siliwangi, berinisiatif untuk melakukan komunikasi dari kedua pihak, baik dari Panji Gumilang selaku pengasuh Pesantren Al-Zaytun dan kelompok masyarakat tertentu.

Hasilnya, isu bahwa Ponpes Al-Zaytun mendidik siswa atau santri agar menolak Pancasila tidak terbukti sama sekali.”Sekarang kita lihat hasilnya, gaya komunikasi yang saya lakukan. Tidak ada kecurigaan lagi. Ini masalahnya komunikasi,” demikian ujar Moeldoko.

Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono juga membantah jika Al-Zaytun disebut sebagai sarang kelompok NII. Ia mengaku sering berkunjung ke pondok pesantren yang disebut oleh Washington Times (29 Agustus 2005) sebagai pesantren terbesar se-Asia Tenggara (“the largest Islamic madrasah in Southeast Asia”).

Hendopriyono dalam buku Al-Zaytun Sumber Inspirasi Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara yang ditulis Drs. Ch. Robin Simanullang, menegaskan: Al-Zaytun ini mengajarkan toleransi dan perdamaian, mengajarkan Pancasila dan mendidik santrinya supaya menjadi warga negara Republik Indonesia yang baik, sesuai kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama Republik Indonesia. Itu kebenarannya. Tapi oleh orang-orang lain masih dituding NII (Negara Islam Indonesia). Bagaimana mungkin NII mengajarkan Pancasila? Bukankah NII menentang dan mengkafirkan Pancasila dan NKRI?”

Tim Kementerian Agama (Kemenag) kala itu, juga menyatakan bahwa ajaran dalam ponpes terbesar se-Asia Tenggara itu tidak ada yang menyalahi ajaran Islam.

Minim Prestasi, Sarat Kontroversi

Selang 11 tahun kemudian, Ponpes Al Zaytun kembali jadi sorotan setelah berbagai video diduga penyimpangan ajaran Islam, beredar luas di media sosial.

Mulai dari saf salat yang tidak rapat alias berjarak, memperbolehkan wanita salat bersama, satu saf dengan pria, satu lagi yang menonjol, penghuni ponpes ini sering menyanyikan lagu Havenu Shalom yang secara histori kental dengan Yahudi.

Bergulung-gulung aksi demonstrasi ribuan warga sampai ulama, menuntut perbaikan dan perubahan dari tingkah pola Panji Gumilang.

Di tingkat daerah, khususnya Jawa Barat, Gubernur Ridwan Kamil sudah membentuk timsus untuk menelusuri sesat tidaknya ajaran Panji Gumilang di Al Zaytun.

Namun dari pertemuan pada Jumat (23/6/2023) di Gedung Sate, Bandung, belum ada kesimpulan. Desakan klarifikasi terbuka, tak diindahkan Panji Gumilang.

Kini, suara keras datang dari Gedung DPR, meminta pemerintah menutup Ponpes Al Zaytun karena berbagai penyimpangan yang mengemuka.

“Tutup saja ponpesnya daripada bikin gaduh dan mengancam keutuhan NKRI,” tegas Anggota Komisi VIII RI F-PAN Syaifullah Tamliha kepada Inilah.com.

Tamliha mendesak pemerintah pusat segera bersikap dengan tegas agar tidak ada kesan pembiaran terhadap dugaan ajaran sesat yang mengancam keutuhan bangsa dan negara.

“Pemerintah mesti bersikap tegas dengan mencabut izinnya agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yg suka menyimpang dari kaidah-kaidah kehidupan berbangsa dan bernegara,” ungkapnya.

Sikap tegas pemerintah, akan membuktikan tidak adanya perlindungan dari tokoh-tokoh nasional yang diduga berdiri di belakang kemegahan Ponpes Al Zaytun.

“UUD 1945 lebih besar kepentingannya dari segala oknum yang ingin memecah persatuan Indonesia,” tandasnya.

Desakan senada juga disampaikan Anggota Komisi VIII F-PAN Yandri Susanto. Pemerintah harus cepat bersikap agar publik tidak semakin resah, dan bisa fokus pada masalah lain ketimbang bolak-balik memelototi Al Zaytun dengan cerita kontroversi yang terus berulang.

“Al Zaytun itu memang dari perjalanannya sampai sekarang, itu banyak kontroversialnya sangat tinggi dan cenderung meresahkan masyarakat dan melawan arus. Terutama umat Islam yang mayoritas, jadi biar tidak ada waksangka publik atau umat, ya sebaiknya memang harus ditutup sehingga tidak ada istilah beking membeking, atau negara dikalahkan oleh orang tertentu, itu tidak boleh,” terangnya kepada Inilah.com.

Menutup Ponpes Al Zaytun, jadi tugas pemerintah demi menjaga ketentraman umat Islam. Namun jika ditutup, pemerintah juga harus memikirkan nasib ribuan santri yang berguru di sana.

“Harus tetap diselamatkan keberlangsungan pendidikan siswa siswi itu dulu yang pertama kan. Jangan sampai keributan membuat mereka trauma, karena mereka kan tidak tahu menahu,” terang Anggota Komisi VIII F-PKS Iskan Qolba Lubis kepada Inilah.com.

Iskan menekankan, para santri, khususnya anak-anak, tetap harus dilindungi masa depannya jika Al Zaytun ditutup.”Kan mereka datang untuk menuntut Ilmu, jadi kalau ada ibaratkan ada tikus gitu kan, tikusnya yang ditangkap jangan lumbung padinya dibakar kan gitu kan,” ungkapnya.

Sementara jika yang ditonjolkan adalah pemikiran sesat, Iskan mendorong adanya dialog dengan pemerintah dan Al Zaytun untuk menentukannya.

“Jadi pikiran itu dihadapi dengan pikiran ya kan,” tandasnya. Apalagi, santri-santri Al Zaytun cukup berprestasi dalam hal olahraga Hoki dengan sederet gelar juara tingkat nasional maupun internasional.

Masalahnya, Panji Gumilang sulit untuk terbuka dan kerjasama dengan pemerintah untuk berdiskusi.

Dari informasi dihimpun, surat izin operasi Ponpes Al-Zaytun, sudah diperpanjang pada tahun 2021 oleh Kemenag.

Dirjen Pendidikan Agama Islam Kemenag belum membalas permintaan wawancara Inilah.com terkait perpanjangan izin Al-Zaytun. [Diana/Ivs].

Back to top button