Putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Pemilu yang menyatakan menteri atau pejabat setingkat menteri tak perlu mundur ketika maju nyapres masih memantik kontroversi. Anggota Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menyebutkan, kendati putusan MK bersifat final dan mengikat namun sebaiknya para menteri atau pejabat lain secara sadar mundur atau nonaktif ketika maju pilpres.
“Kita sepakat tidak mau menghadirkan pilpres yang tidak adil, karena itu seluruh pejabat publik termasuk menteri seharusnya menonaktifkan diri,” kata Rifqi, di Jakarta, Rabu, (2/11/2022).
Dia menyebutkan, mundurnya pejabat negara dari jabatannya untuk berkontestasi pada pemilu bukan hanya elegan tetapi menghindari potensi penyalahgunaan wewenang dan dampak lain yang menyertai. Misalnya, penggunaan anggaran yang tidak proporsional untuk meningkatkan citra atau elektabilitas yang bersangkutan hingga integritas penyelenggaraan pemilu nantinya.
Sekalipun begitu, dia juga menyinggung mundur bukan opsi utama bagi menteri karena terdapat pula pilihan nonaktif selama kampanye untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan. Kalaupun yang bersangkutan melakukan pelanggaran maka terdapat sanksi tegas yang telah diatur dalam UU Pemilu.
Dengan begitu, politisi PDIP mendorong Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk tidak ragu mendiskualifikasi apabila ditemukan bukti bahwa menteri atau pejabat setingkat menteri menyalahgunakan kewenangannya untuk memenangkan kontestasi pilpres.
Dalam putusan perkara nomor 68/PUU-XX/2022, MK menyatakan menteri atau pejabat setingkat menteri tidak perlu mengundurkan diri jika mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres. MK menerima sebagian permohonan gugatan yang diajukan Partai Garuda terkait Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu.
Dalam putusannya, MK menambahkan jabatan yang dikecualikan yaitu memasukkan menteri sebagai pejabat negara tidak perlu mundur saat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres, namun mendapatkan persetujuan izin atau cuti dari presiden. “Termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri sepanjang menteri dan pejabat setingkat menteri mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden,” kata Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan dalam sidang yang disiarkan secara daring pada Senin (31/10/2022).
MK menyatakan ada delapan kategori pejabat setingkat menteri yang tetap harus mengundurkan diri saat mencalonkan diri sebagai presiden ataupun wakil presiden. Mereka adalah Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung Mahkamah Agung, Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua badan peradilan, kecuali hakim ad hoc serta Ketua, Wakil Ketua, dan anggota MK.
Secara terpisah. Presiden Jokowi mengaku siap mengevaluasi menteri yang maju pada Pilpres 2024. Jokowi mengindikasikan ketentuan tersebut membawa dampak buruk pada kinerja pemerintahan sehingga dirinya membuka opsi untuk mengevaluasi menteri yang nyapres.
“Tetapi kalau kita lihat nanti mengganggu ya akan dievaluasi, apakah harus cuti panjang banget atau tidak,” kata dia.