News

Normalisasi Hubungan dengan Israel, Ada Apa dengan Arab Saudi?

Selama berbulan-bulan, Arab Saudi dan Israel, bersama Amerika Serikat (AS) telah membahas kesepakatan menormalisasi hubungan yang terputus sejak puluhan tahun lalu. Apa yang mendasari keingingan Arab Saudi untuk menormalisasi hubungan dengan Israel?

Saudi dan Israel tidak pernah memiliki hubungan diplomatik sejak Perang Arab-Israel pada 1948 lalu. Sampai saat ini, Saudi dan sejumlah negara Arab tak menjalin hubungan formal dengan Israel sebagai bentuk solidaritas atas perjuangan Palestina untuk merdeka.

AS telah memperjelas bahwa hubungan resmi antara dua sekutunya di Timur Tengah adalah prioritas utama. Diplomat top AS Antony Blinken menyatakannya rencana itu sebagai “kepentingan keamanan nasional”. Hal ini terjadi di tengah penyesuaian regional setelah Iran dan Arab Saudi menjalin kembali hubungan diplomatik setelah bertahun-tahun bermusuhan.

Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS), Rabu (20/9/2023) mengatakan bahwa negaranya semakin mendekati normalisasi hubungan dengan Israel, mengikuti langkah serupa dari negara-negara Teluk lainnya. “Setiap hari, kami semakin dekat,” kata putra mahkota kepada stasiun televisi AS Fox News.

“Kami harus melihat ke mana kami pergi. Kami berharap hal ini dapat meringankan kehidupan rakyat Palestina, menjadikan Israel sebagai pemain di Timur Tengah,” ujarnya dalam bahasa Inggris.

Pembicaraan normalisasi adalah inti dari negosiasi kompleks yang juga mencakup kemungkinan konsesi Israel kepada Palestina, serta diskusi mengenai jaminan keamanan AS dan bantuan nuklir sipil yang diupayakan oleh Riyadh. “Kita perlu menyelesaikan bagian itu,” katanya ketika ditanya apa yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan normalisasi.

Apa Syarat Normalisasi dari Arab Saudi?

Riyadh sejak awal menginginkan pakta pertahanan AS – termasuk pembatasan yang lebih sedikit terhadap penjualan senjata AS – dan bantuan dalam mengembangkan program nuklir sipilnya sendiri. Pernyataan tersebut juga mengatakan bahwa kesepakatan apa pun akan membutuhkan kemajuan besar menuju pembentukan negara Palestina, yang merupakan hal yang sulit dilakukan selama ini.

Tuntutan soal Palestina memang disebut-sebut sebagai ganjalan kesepakatan normalisasi hubungan Israel dan Saudi. Saudi berulang kali menegaskan pembentukan negara Palestina yang merdeka merupakan satu-satunya solusi penyelesaian konflik di Timur Tengah.

Arab Saudi telah menjadi pendukung besar Inisiatif Perdamaian Arab tahun 2002, yang mengkondisikan normalisasi dengan Israel setelah penarikannya dari wilayah Palestina dan Dataran Tinggi Golan di Suriah. Inisiatif ini juga mencakup pembentukan negara Palestina serta menemukan ‘solusi yang adil’ terhadap penderitaan jutaan pengungsi Palestina dan keturunan mereka, yang sebagian besar tinggal di kamp-kamp pengungsi di negara-negara tetangga.

Soal nuklir, MBS juga mengatakan bahwa jika Iran memperoleh senjata nuklir, Arab Saudi juga ‘harus mendapatkannya’. Arab Saudi, bersama dengan Israel, telah lama menjadi musuh Iran, namun hubungan mereka membaik sejak Riyadh dan Teheran sepakat untuk memulihkan hubungan diplomatik pada bulan Maret.

Teheran selama ini membantah berupaya membuat senjata nuklir, namun telah menjadi pusat kecurigaan internasional mengenai program nuklirnya selama bertahun-tahun.

Bagaimana Pendapat Israel?

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengutarakan keyakinannya bahwa normalisasi dengan Saudi bisa segera dicapai. Netanyahu menyampaikan hal itu saat pertemuan bilateral dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-78 di New York. “Saya pikir di bawah kepemimpinan Anda (Biden), kita dapat mewujudkan perdamaian bersejarah antara Israel dan Arab Saudi,” kata Netanyahu kepada Biden, seperti dikutip Al Jazeera.

Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen juga menyampaikan nada optimis, dengan mengatakan ia mengharapkan kesepakatan akan segera tercapai. “Kesenjangan ini bisa dijembatani,” kata Eli Cohen kepada Radio Angkatan Darat Israel. “Saya pikir pasti ada kemungkinan bahwa, pada kuartal pertama tahun 2024, empat atau lima bulan lagi, kita akan dapat mencapai titik di mana rincian [kesepakatan] diselesaikan,” tambahnya.

Keinginan Arab Saudi untuk membangun program nuklir nampaknya tidak menjadi kendala. Tzachi Hanegbi, penasihat keamanan nasional Israel, mengatakan pada bulan Juli: “Puluhan negara menjalankan proyek dengan inti nuklir sipil dan upaya nuklir untuk energi. Ini bukan sesuatu yang membahayakan mereka atau tetangga mereka.”

Namun, pemerintahan Netanyahu, termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, telah menolak “konsesi” kepada pemerintah Otoritas Palestina (PA) sebagai bagian dari normalisasi hubungan, termasuk pembekuan pemukiman di Tepi Barat yang diduduki.

Bagaimana Reaksi Otoritas Palestina?

Dalam upaya untuk memenangkan hati Otoritas Palestina, Arab Saudi telah menawarkan untuk melanjutkan dukungan keuangan setelah bantuan turun menjadi nol pada tahun 2021. Menurut laporan The Wall Street Journal, delegasi pejabat Otoritas Palestina bulan lalu pergi ke Riyadh untuk mengajukan persyaratan sebagai imbalan atas persetujuan Arab Saudi untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.

Persyaratan tersebut termasuk pembukaan kembali konsulat AS di Yerusalem Timur yang diduduki, yang ditutup oleh mantan Presiden AS Donald Trump pada tahun 2019. PA juga meminta AS untuk mendukung perwakilan penuh Palestina di PBB.

Syarat lainnya adalah Israel memberi Otoritas Palestina kendali lebih besar atas beberapa bagian Tepi Barat yang diduduki dan menyingkirkan pos-pos ilegal Israel. Hal ini jauh berbeda dengan reaksi Otoritas Palestina ketika Bahrain dan Uni Emirat Arab mengumumkan normalisasi hubungan dengan Israel pada tahun 2020. Pada saat itu, Otoritas Palestina menuduh negara-negara Teluk melakukan penikaman dari belakang.

Bagaimana Sikap Iran?

Presiden Iran Ebrahim Raisi telah memperingatkan Arab Saudi agar tidak membuat kesepakatan apa pun dengan Israel. Pada konferensi pers, juga di New York di sela-sela Majelis Umum PBB, Raisi mengatakan kepada Sky News bahwa kesepakatan seperti itu akan menjadi “tikaman dari belakang rakyat Palestina dan perlawanan mereka”.

“Dalam keadaan apa pun negara-negara kawasan tidak ingin negara-negara Islam meninggalkan prinsip suci penderitaan rakyat Palestina karena pembebasan kota suci Yerusalem adalah inti dari keyakinan seluruh umat Islam,” katanya.

Israel juga Ingin Normalisasi Hubungan dengan RI

Selain dengan Arab Saudi, Israel juga sejak lama mencoba menjajaki keinginan untuk menormalisasi hubungan dengan Indonesia. Kabar itu menguat setelah pertemuan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada 2021 lalu. Perdana Menteri dan sejumlah pejabat Israel juga pernah mengutarakan niat soal normalisasi dengan Indonesia.

Meski begitu, RI berulang kali menegaskan tak ada yang berubah dari posisi Indonesia. Direktur Timur Tengah Kemlu RI, Bagus Hendraning Kobarsih, mengatakan Indonesia belum memiliki niatan untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Sama seperti Saudi, isu Palestina menjadi salah satu alasan mengapa Indonesia masih ogah membuka relasi degan Negara Zionis tersebut.

“Jika ditanya apakah ada rencana (normalisasi), tidak ada. Indonesia tidak pernah terpikir untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, dengan pemerintahan pendudukan Zionis Israel karena pemerintahan ini (Israel) kita anggap pemerintahan penjajah, pemerintahan yang melaksanakan kolonialisme terhadap rakyat Palestina, yang sampai sekarang kita lihat, tidak ada iktikad baik untuk menyelesaikan itu bahkan semakin parah. Dan kita melihat rakyat Palestina semakin menderita,” ujar Bagus kepada CNN, April lalu.

Back to top button