News

Nambah Utang, Golkar Kritisi Prabowo soal Pembelian Jet Tempur Bekas Qatar

Anggota Komisi I DPR asal Fraksi Partai Golkar Dave Laksono turut mengkritisi Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto soal pembelian 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar. Pasalnya, meski mengakui kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dalam negeri meningkat, namun Dave mempertanyakan efektivitas pembelian pesawat tempur itu. Terlebih harga yang digelontorkan terbilang fantastis mencapai Rp11,8 triliun.

“Seberapa efektif peralatan ini? Karena kan harus ada hulu ke hilir. Perawatannya, pengadaan peralatannya, kemudian kesiapan penggunaannya sejauh mana apakah pesawat-pesawat itu bisa dipusatkan di wilayah Papua. Karena harus juga membangun fasilitas-fasilitas pendukungnya,” kata Dave kepada awak media Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (19/6/2023).

Dia menjelaskan, hal semacam itu perlu dipertimbangkan. Mengingat, kata Dave melanjutkan, meski pesawat Mirage 2000-5 kondisinya bekas, tetapi merupakan alat utama sistem persenjataan (alutsista) baru bagi TNI Angkatan Udara. Dengan begitu, berbagai aspek harus ikut dipertimbangkan sebelum pesawat tempur itu bisa mengudara.

“Sumber daya manusianya juga baru. Pilotnya, air crew-nya, peralatannya harus baru. Kan berarti investasinya harus nambah. Jenis baru ini berbeda dengan yang ada, berarti pilotnya harus khusus. Lalu pesawatnya bekas berarti life cycle-nya pun terbatas karena sudah terpakai sejumlah jam terbang,” ucap Dave.

Oleh karena itu, Dave juga mempertanyakan apakah Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang dipimpin Prabowo sudah menghitung rinci terkait pembelian pesawat tempur bekas tersebut. Apalagi dananya, menurut dia, berasal dari pinjaman luar negeri sehingga menambah beban utang Indonesia.

Ia berharap pesawat tempur bekas ini mudah digunakan oleh pilot-pilot TNI Angkatan Udara Indonesia. Namun, bila ternyata memiliki sistem pengoperasian yang berbeda dan lebih rumit, pembelian ini malah berpotensi merugikan Indonesia.

“Bila mudah disesuaikan dengan tipe pesawat yang ada jadi transisinya dari mereka (pilot) yang menerbangkan F-16 maupun Sukhoi, mudah untuk ditransisi ke pesawat itu, mungkin enggak jadi masalah. Tapi kalau misalnya akhirnya jadi beban, akhirnya tidak efektif, kan yang dirugikan negara,” ujar Dave menegaskan.

Diketahui, Kemenhan yang dipimpin Menhan Prabowo Subianto membeli 12 jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar. Pembelian pesawat tempur seharga Rp11,8 triliun ini sebelumnya menuai kritik Anggota Komisi 1 DPR RI Fraksi PKS, Sukamta.

Menurut Sukamta, pengadaan pesawat bekas bakal menimbulkan masalah. Langkah ini dinilai menunjukkan kementerian tersebut tak memiliki perencanaan strategis dan implementasi yang baik.

Ia menyebut, Kemenhan tidak belajar dari banyak permasalahan yang muncul setelah pembelian 24 unit pesawat F-16 dari Amerika Serikat senilai 750 Juta US Dollar tahun 2011. Pasalnya, biaya perawatan yang lebih mahal dibandingkan pesawat sejenis seperti Gripen dengan kemampuan tidak jauh berbeda.

“Pertama, pengadaan pesawat tempur bekas ini berpotensi melanggar UU Nomor 16 Tahun 2012 mengenai industri pertahanan. Partisipasi industri pertahanan di dalam negeri dalam pembuatan alutsista. Pembelian pesawat bekas jelas tidak melibatkan industri pertahanan dalam negeri sehingga alih teknologi dan penggunaan bahan baku pembuatan alutsista yang berasal dari dalam negeri tidak akan ada,” ujarnya.

Sukamta menambahkan, problem lain yang bakal muncul yaitu tidak adanya jaminan ketersediaan suku cadang, perawatan dan perbaikan kerusakan pesawat dalam jangka panjang dari produsen pesawat. Jaminan support service hanya terbatas 3 tahun berpotensi menimbulkan masalah di masa depan.

“Biaya perawatan yang tinggi. Pesawat Mirage 2000-5 dipakai Qatar sejak 26 tahun lalu. Sedangkan usia aktif pesawat tempur antara 30-40 tahun. Artinya, sekitar 10 tahun lebih sedikit pesawat ini bisa dipakai secara optimal dengan catatan perawatan dan suku cadang tidak ada masalah,” kata Sukamta.

Back to top button