News

Mengingat Lagi Skandal ‘Kardus Durian’ yang Menyeret Cak Imin

Sudah 12 tahun skandal dugaan korupsi ‘kardus durian’ yang menyeret nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menggantung. Belakangan kasus ini kembali mencuat ke permukaan.

Belum lama ini Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) telah melayangkan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Sebab, kasus ini dinilai belum selesai, mengingat Cak Imin masih melenggang bebas, padahal namanya tercantum pada surat dakwaan mantan anak buahnya, yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT) I Nyoman Suisnaya, serta Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans Dadong Irbarelawan.

Skandal “kardus durian” sedianya merupakan kasus korupsi terkait proyek Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang melibatkan PT Alam Jaya Papua sebagai pihak swasta.

Saat itu, tahun 2011, Cak Imin masih menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans). Kedua anak buahnya, Nyoman dan Dadong, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 25 Agustus 2011 silam, lima hari jelang Idul Fitri 1432 Hijriah.

Tak hanya Nyoman dan Dadong, KPK juga mencokok seorang pengusaha bernama Dharnawati. Dalam penangkapan itu, KPK menyita uang senilai Rp 1,5 miliar yang disimpan dalam kardus durian. Inilah asal muasal kasus tersebut dikenal sebagai skandal kardus durian.

Uang itu sedianya diberikan Dharnawati ke sejumlah pejabat Kemenakertrans sebagai commitment fee untuk mendapatkan proyek PPIDT di empat kabupaten yakni Keerom, Mimika, Manokwari, dan Teluk Wondama.

Dana Rp 1,5 miliar dalam kardus durian tersebut baru sebagian kecil. Total duit pelicin untuk proyek ini senilai Rp 7,3 miliar atau 10 persen dari nilai total proyek di empat kabupaten sebesar Rp 73 miliar. Kala itu, Dharnawati mengaku terpaksa memberikan uang tersebut karena adanya permintaan dari Cak Imin.

Setelah melalui serangkaian persidangan, hakim menjatuhkan vonis pidana penjara 2,6 tahun ke Dharnawati pada 30 Januari 2012. Dharnawati juga didenda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Sementara, dua anak buah Muhaimin, Nyoman dan Dadong, divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Vonis dijatuhkan pada 29 Maret 2012. Sosok Cak Imin berulang kali muncul dalam persidangan kasus kardus durian. Namanya kerap disebut dalam rekaman pembicaraan pihak-pihak yang terlibat kasus ini.

Namun, Imin selalu membantah dirinya terlibat. Wakil Ketua DPR RI itu mengaku tak tahu menahu soal pemberian commitment fee dari Dharnawati ke dua anak buahnya dalam proyek PPIDT.

“Sama sekali tidak pernah. PPIDT pun kita tidak tahu, apalagi fee,” kata Imin saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang Dadong Irbarelawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, 20 Februari 2012.

Ia juga mengaku tidak tahu menahu soal dana PPIDT. Ia menyatakan tidak pernah mengajukan anggaran itu. Sepanjang 2011, Imin mengklaim hanya pernah mengajukan dana tambahan melalui APBN-Perubahan.

KPK Bantah Hentikan Penyidikan

KPK telah digugat lewat jalur praperadilan oleh MAKI terkait sah atau tidaknya penghentian penyidikan kasus yang menyeret nama Cak Imin. Tim Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto membantah telah menghentikan penyidikan dugaan suap pengucuran dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2011.

“Bahwa upaya termohon (KPK) dalam menindaklanjuti tentang adanya keterlibatan Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam perkara tersebut telah dilakukan oleh penuntut umum termohon yang dimulai dari penyusunan surat dakwaan yang mencantumkan nama Muhaimin Iskandar sebagai pihak yang bersama-sama (penyertaan) menerima uang dari Dharnawati selaku kuasa PT Alam Jaya Papua,” kata Iskandar Marwanto di Jakarta, dikutip (5/4/2023)

MAKI menilai KPK telah melakukan penghentian penyidikan. Kuasa Hukum MAKI, Rudy Marjono mengungkapkan, pihaknya telah melakukan somasi terhadap Pimpinan KPK pada 4 April 2022.

Somasi dilakukan sebagai langkah meminta KPK itu untuk menindaklanjuti penyidikan kasus yang diduga melibatkan Cak Imin. Namun, KPK tidak melakukan tindaklanjut atas somasi tersebut. Oleh karenanya, MAKI layangkan gugat praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

“Bahwa tindakan termohon jelas dan nyata merupakan bentuk penghentian penyidikan secara materiil yang tidak sah dan melawan hukum, sehingga oleh karenanya termohon seharusnya tetap melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan KUHAP,” kata Rudy dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (3/4/2023).

Rudy berpandangan bahwa tindakan KPK yang tidak menindaklanjuti perkara tersebut menjadi dasar MAKI untuk mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. “Bahwa terhentinya proses penanganan perkara dugaan tindak pidana a quo oleh termohon merupakan wujud ketidakseriusan pihak termohon selaku penegak hukum dalam menyelesaikan perkara a quo,” ujar Rudy.

Back to top button