Market

Krakatau Steel Ingatkan Pasar Baja ASEAN Bakal Dicaplok Asing

Agar baja asing tak kuasai pasar regional, industri baja di Asia Tenggara harus bersatu. Lindungi pasar dari serbuan baja dari luar kawasan.

Ajakan ini disampaikan Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Purwono Widodo selaku Chairman South East Asia Iron & Steel Institute (SEAISI).

“Industri baja ASEAN harus bekerja sama untuk melindungi pasar regional kita, dari praktik perdagangan yang tidak adil dari sumber kelebihan kapasitas dengan harga impor yang rendah. Sehingga menyebabkan injury pada industri baja domestik di ASEAN,” ujar Purwono di Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Dia menambahkan, industri baja ASEAN juga menghadapi tantangan besar, berupa kelebihan kapasitas. SEAISI memperkirakan, penambahan kapasitas baja di ASEAN mencapai 90 juta ton dalam 5-10 tahun mendatang, didominasi investasi dari China. Kapasitas tambahan ini, sangat besar dibandingkan pertumbuhan permintaan baja ASEAN.

Purwono menyebutkan, World Steel Association memproyeksikan permintaan baja global pada 2023, akan tumbuh 1,1 persen. Produksinya mencapai 1,8 miliar metrik ton.

Permintaan baja di kawasan ASEAN, diperkirakan mencapai 77,9 juta ton, meningkat 3,5 juta ton dari kebutuhan 2022 sebesar 75,3 juta ton. Sedangkan total produksi sebesar 58,5 juta ton, meningkat 9,1 persen dari produksi di tahun sebelumnya.

“Ekspor dari ASEAN juga terus meningkat sejak tahun 2016 dengan total ekspor 8,6 juta ton dan menjadi 25,1 juta ton pada tahun 2022. Meskipun ada perkembangan positif dari permintaan, produksi, dan ekspor, penting untuk dicatat bahwa ASEAN adalah importir baja yang besar selama bertahun-tahun,” kata Purwono.

Dia mengatakan, pada 2022, jumlah impor baja ASEAN mencapai 44,5 juta ton. Atau lebih tinggi 57 persen dari kebutuhan baja ASEAN. Hal tersebut merupakan tantangan untuk menurunkan tingkat impor sebanyak mungkin dan meningkatkan produksi baja di regional ASEAN.

Selain itu, ASEAN juga sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi pada 2021 United Nation Climate Change Conference (COP26) dan bekerja menuju mitigasi perubahan iklim, dimulai dengan mengajukan kebijakan untuk pengendalian emisi karbon.

Sebagai salah satu industri yang paling intensif dengan karbon, industri baja ASEAN akan terdampak dari target pengurangan emisi karbon.

SEAISI sebelumnya telah memperkirakan bahwa akan ada ledakan peningkatan emisi karbon pada industri baja ASEAN hingga tiga kali lipat jika teknologi net-zero carbon tidak diterapkan.

“Oleh karena itu, SEAISI dan AISC akan mengembangkan peta jalan industri baja net zero carbon dan terus berupaya menemukan cara untuk mengurangi emisi karbon industri baja di ASEAN secara efektif,” kata Purwono yang juga menjabat sebagai presiden dari ASEAN Iron & Steel Council (AISC).

Back to top button