News

KPU Sebut Caleg Eks Napi Koruptor Wajib Umumkan Status Hukumnya ke Publik

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari mengaku pihaknya telah menerima bukti bahwa calon anggota legislatif (caleg) yang merupakan mantan terpidana telah mengumumkan status hukumnya kepada publik.

Hasyim menjelaskan caleg mantan terpidana diharuskan untuk mengungkapkan status hukumnya saat mendaftarkan diri melalui Sistem Informasi Pencalonan (Silon).

“Jadi, kalau misalkan ada orang mantan terpidana enggak nginput itu, KPU juga enggak tahu. Makanya DCS kan diumumkan dalam rangka tanggapan masyarakat. Jadi, pada prinsipnya harus ada kejujuran di situ,” kata Hasyim kepada wartawan, Jumat (1/9/2023).

Dia mengatakan para bakal juga harus menyertakan salinan putusan dan surat keterangan pengadilan bahwa mereka telah dinyatakan bebas murni setidaknya selama lima tahun.

Sementara itu, Hasyim mengaku KPU telah menerima bukti publikasi dari para caleg mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal kewajiban mantan terpidana untuk mengumumkan status hukumnya.

“Dia harus mengumumkan, maka kemudian yang disampaikan kan salinan media. Keterangan dari redaksinya bahwa dia pernah mengumumkan. Soal pilihan medianya, kan terserah,” ujar Hasyim.

Lebih lanjut, Hasyim mengaku pihaknya tidak memiliki tanggung jawab yang didasari aturan perundang-undangan untuk mengungkapkan status hukum para caleg eks terpidana, termasuk informasi soal jenis pidananya.

“Enggak ada kewajiban KPU mengumumkan begitu-begitu,” tandas Hasyim.

Sebelumnya, Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan secara hukum memang Undang-Undang (UU) memperbolehkan siapapun warga negara untuk memilih dan dipilih dalam gelaran pemilu.

Begitu juga dengan Eks terpidana korupsi, boleh mencalonkan diri lagi setelah jalani lima tahun masa pidana dan tidak sedang menjalani proses hukum pidana saat mencalonkan diri.

Sebagaimana putusan uji materi yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), tutur Firli, mewajibkan yang bersangkutan untuk mengumumkan ke publik bahwa ia pernah menjadi napi korupsi.

Back to top button