News

KIPP: Kerangka dan Penanganan Hukum Pemilu yang Dimiliki KPU Lemah

Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) lemah dalam penegakkan hukum pemilu. Karenanya lembaga pimpinan Hasyim Asy’ari perlu mempersiapkan kerangka dan penanganan hukum pemilu.

“Contohnya, banyak PKPU yang seharusnya sudah ada tetapi kemudian tidak hadir. Kemudian ada PKPU yang sudah ada tetapi kemudian ada perubahan-perubahan yang tidak dilakukan dengan melalui PKPU, seperti mengeluarkan surat edaran,” tutur Kaka di Jakarta, Jumat (14/4/2023).

Dia mencontohkan hal tersebut dalam aturan soal Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), Sistem Informasi Calon (Silon), dan Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih). “Itu prosesnya dilakukan dengan mengeluarkan surat edaran. Saya pikir ini riskan ya karena bisa jadi surat edaran ini tidak memenuhi unsur atau syarat sebagai payung hukum dalam melakukan tahapan-tahapan pemilu,” ujar Kaka.

Terlebih, Kaka menyoroti aturan soal kampanye yang belum direvisi pada Peraturan KPU (PKPU). Pasalnya, KPU dinilai terlambat melakukan revisi PKPU. “Jadi, KPU harus berjalan meyakinkan publik bahwa mereka melakukan tugas sebagaimana mestinya,” tutur Kaka.

Ia juga menilai KPU belum bekerja maksimal, cenderung terlambat jika melihat perkembangan tahapan pemilu yang telah berjalan hingga saat ini. KPU diminta untuk dapat fokus dalam menjalankan tugasnya dan tidak terkecoh dalam hal-hal lain yang tak berkaitan dengan tugas, pokok dan fungsi KPU, selaku penyelenggara pemilu.

Sejauh ini KPU dinilai sering keluar dari jalur kerjanya dan juga dirasa tidak fokus. Kaka mencontohkan seperti Ketua KPU RI Hasyim Asyari yang sempat ikut berkomentar soal sistem pemilu.

“KPU tidak perlu untuk menanggapi hal-hal yang tidak dibutuhkan seperti ketua KPU menyampaikan tentang termasuk soal sistem terbuka dan tertutup. Fokus saja pada UU Pemilu. Apa yang harus dilakukan? Dibuat saja PKPU semaksimal mungkin sesuai waktu,” tuturnya.

Back to top button