Kanal

Kepantasan dan Kepercayaan Publik

Refleksi oleh Widdi Aswindi

Adakah ukuran kepantasan yang mutlak? Atau apa gunanya mempertimbangkan kepantasan jika sudah ada hukum dan aturan? Pertanyaan-pertanyaan itu patut kita renungkan akhir-akhir ini, di tengah ramainya isu soal penundaan pemilu.

Kepantasan adalah sesuatu yang penting dilakukan, terutama di bidang yang sarat dengan pertaruhan nilai dan kepentingan. Sebab hukum bisa jadi tidak dapat memenuhi semua aspek dan kepentingan karena sifatnya yang kaku dan biner.

Kepantasan lahir dari norma sosial yang menyebabkan kelenturan dalam berinteraksi, padanya ada sebuah transaksi yang elastis yang menghadirkan keadilan yang paripurna. Kepantasan menjadi identitas unik setiap kelompok atau masyarakat dalam menjaga derajatnya dalam sebuah interaksi sosial.

Makin dijunjung perilaku pantas di dalam hubungan dan interaksi publik, maka makin tinggi kualifikasi peradaban yang mungkin akan dihasilkan. Jangankan berbuat jahat. Seorang pejabat publik yang meminta maaf untuk sesuatu hal yang secara prosedur belum tentu salah tentu akan membuat kualitas penegakan hukum dan peradaban sebuah negara makin baik, dibandingkan pejabat yang berlaku tidak pantas dan mempertontonkannya sebagai bukti bahwa dia sedang punya kuasa, dan lambat laun terus menjadi kebiasaan.

Di negara yang kita cintai ini, ukuran kepantasan semakin buruk dipertontonkan. Contoh paling sederhana, figur publik yang terjerat skandal, malah menjadi selebritis yang makin ramai job-nya. Bahkan partai politik yang lahir dari era dengan semangat untuk membatasi penguasa dan meyakini bahwa anak-anak bangsa mampu secara kontinyu melanjutkan estafet kebangsaan, memilih melanggar kepantasan yang melekat padanya.

Pernyataan bahwa pemilu 2024 perlu ditunda dengan berbagai argumen yang rendah mutunya memperlihatkan bahwa ‘kepantasan’ tidak lagi menjadi kekuatan moral yang menjadi kompas perbaikan. Aneh memang ketika mereka menyepakati agenda pemilu, namun dengan serta merta menyatakan waktu pemilu bisa dimundurkan karena presiden dinilai berhasil menangani pandemi dan momentum perbaikan tidak boleh dihalau oleh pemilu?

Semua bisa berdebat soal argumen dan alasan yang dibuat. Kepentingan juga bisa diakali dengan berbagai usaha dan ide yang sebenarnya tidak pantas. Meskipun katakanlah kenyataannya tetap akan terjadi. Pertanyaannya, tetap saja, apakah pantas?

Hal yang tidak bisa dilupakan adalah bahwa sejarah akan menghakimi secara sosial dan permanen untuk ketidakpantasan yang dilakukan partai-partai pengusul tersebut. Hukuman yang paling nyata akan sebuah ketidakpantasan adalah ketidakpercayaan.

Selamat mendulang ketidakpercayaan, hukuman yang akan dialami dalam jangka waktu yang panjang.

Widdi Aswindi
Aktivis Demokrasi
Pendiri Jaringan Suara Indonesia

Back to top button