News

Kebocoran Data adalah Malapetaka, Komisi I DPR Heran Menkominfo Anggap Sepele

Anggota Komisi I DPR, Sukamta turut menyoroti dugaan kebocoran data pemilih. Ia juga heran dengan pernyataan Menkominfo Budi Arie Setiadi, yang menyepelekan hal ini, dengan menganggap data yang bocor hanya data biasa.

“Ini malapetaka untuk rakyat dan demokrasi, kok malah dibilang data biasa,” tegas Sukamta yang keterangan yang diterima inilah.com di Jakarta, dikutip Minggu (3/12/2023).

Ia mengingatkan bahwa DPR sudah mengesahkan Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) pada 2022 lalu. Bahkan urgensi dibalik pengesahan UU ini, karena terus terjadinya kebocoran data. UU tersebut, kata dia, harus dilaksanakan dengan baik.

Ia juga heran dengan KPU karena pada tahun lalu data KPU juga telah diretas oleh hacker bernama ‘Bjorka’. Seakan tak belajar dari masa lalu, lagi-lagi kini data KPU bocor yang diduga dilakukan oleh hacker ‘Jimbo’.

“Kita anggap kejadian-kejadian tersebut berbahaya untuk bangsa kita. Pernyataan Pak Menteri seolah menyepelekan hal itu. Peretasan sistem elektronik yang dimiliki lembaga pemerintah dan kebocoran data pribadi itu, sangat bahaya. Bukan hanya terkait motif ekonomi, tapi ini bisa mengacaukan proses Pemilu 2024,” ucapnya.

Sebagai anggota Panja RUU PDP, ia menilai data pemilih yang bocor cukup lengkap, mulai dari Nomor Induk Kependudukan (NIK) hingga nomor Kartu Keluarga (KK) sehingga rawan disalahgunakan untuk kepentingan ekonomi dan bisnis.

“Terlebih bila data yang bocor adalah data yang dikelola oleh lembaga publik, potensi dampaknya bisa mengganggu penyelenggaraan negara,” ujarnya.

Sekretaris Fraksi PKS DPR ini meminta agar Menkominfo Budi Arie, jangan membuat pernyataan yang kontraproduktif. “Dan terkesan menyepelekan apa yang selama ini sudah kita upayakan, yaitu perlindungan data pribadi dalam bentuk UU,” kata Sukamta.

Kedua, pemerintah diharapkan dapat segera menyelesaikan peraturan-peraturan turunan dari UU PDP, khususnya Presiden harus segera menerbitkan Perpres tentang pembentukan lembaga otoritas pengawas PDP.

“Agar segera bisa melakukan fungsi pengawasan perlindungan data pribadi. Jangan sampai UU ini tumpul, karena badan penyelenggaranya belum ada,” pungkasnya.

Diketahui, peretas anonim bernama Jimbo mengeklaim telah meretas situs KPU dan mengakses data pemilih dari situs tersebut. Ia membagikan 500 ribu data contoh dalam satu unggahan di situs BreachForums. Situs ini biasanya digunakan untuk menjual data-data hasil peretasan.

Jimbo juga memverifikasi kebenaran data dengan beberapa tangkapan layar dari situs cekdptonline.kpu.go.id. Dalam unggahannya, Jimbo mengungkapkan dari 252 juta data yang diperolehnya, terdapat beberapa data yang terduplikasi.

Setelah dilakukan penyaringan, ditemukan 204.807.203 data unik. Angka tersebut hampir sama dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU yang mencapai 204.807.222 pemilih dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia serta 128 negara perwakilan.

Data yang berhasil diakses Jimbo itu mencakup informasi pribadi, seperti nomor induk kependudukan (NIK), nomor kartu keluarga (KK), nomor KTP, nomor paspor pemilih di luar negeri, nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, serta kode tempat pemungutan suara (TPS).

Back to top button