News

Fasilitas Bebas Visa bagi WNI Kunjungi Korsel Terus Diupayakan, Terkendala Dua Persoalan


Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Seoul akan terus mengupayakan fasilitas bebas visa untuk kunjungan singkat warga negara Indonesia (WNI) ke Korea Selatan.

“Ini sudah lama menjadi perhatian kita,” ucap Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Seoul Teuku Zulkaryadi di Seoul, pada Selasa (14/5/2024).

Dalam pertemuan dengan delegasi wartawan Indonesia peserta program “Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea” yang diselenggarakan oleh Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia itu, dia mengungkap dua persoalan yang masih menghambat kerja sama bebas visa antara kedua negara.

Kendala pertama, kata Yadi, adalah asas resiprokal atau timbal balik yang biasanya diberlakukan dalam hubungan diplomatik antara dua negara.

“Kalau kita minta bebas visa kunjungan singkat, mereka juga pasti minta bebas visa untuk warga negara Korea (mengunjungi Indonesia),” ujarnya.

Padahal hingga saat ini, Yadi menyebut pemerintah pusat baru dapat memberikan fasilitas visa kunjungan saat kedatangan (visa on arrival/VoA) bagi warga Korea yang melakukan kunjungan singkat ke Indonesia.

“Permasalahannya, Korea tidak mengenal kebijakan visa on arrival. Sementara kita mintanya bebas visa. Ini masih menjadi perdebatan karena kita belum pernah menemukan timbal balik yang sepadan,” terang dia.

Jika pun pada akhirnya pemerintah Korsel memberikan fasilitas bebas visa bagi WNI, warga Indonesia yang akan berkunjung ke Negeri Ginseng itu harus tetap mendaftar melalui sistem daring—seperti yang saat ini telah diberlakukan Korsel untuk sekitar 70 negara mitranya.

Hambatan kedua dalam negosiasi soal visa di antara kedua negara adalah kekhawatiran Seoul akan banyaknya WNI yang menjadi pekerja migran ilegal di Korea.

Yadi menyebut, dari sekitar 50.000 pekerja migran Indonesia di Korea, 10.000 orang di antaranya bekerja secara ilegal.

Dengan persentase pekerja ilegal sekitar 20 persen, isu tenaga kerja ilegal dari Indonesia dianggap Korea lebih mengkhawatirkan daripada tenaga kerja ilegal dari China atau Vietnam.

Sementara pihak Indonesia memandang penyelesaian isu ini cukup kompleks, karena banyaknya tenaga kerja ilegal di Korea menunjukkan banyaknya permintaan dari perusahaan setempat.

Bahkan pihak swasta pun menolak untuk mengungkap legalitas orang asing yang mereka pekerjakan karena akan berpengaruh terhadap pendapatan bisnis mereka.

“Itu lah mengapa isu ini menjadi sangat sulit diselesaikan,” ujar Yadi.

Oleh karena itu, guna membahas lanjut persoalan visa ini, KBRI Seoul berencana mengundang Dirjen Imigrasi RI untuk bertemu Dirjen Imigrasi Korsel dalam forum konsultasi imigrasi bilateral tahun ini.

Forum serupa terakhir kali diselenggarakan pada 2020 sebelum pandemi COVID-19, sehingga KBRI menganggap sudah saatnya kembali menindaklanjuti dialog imigrasi di antara kedua negara.

“Sudah empat tahun tidak ada pergerakan (dalam persoalan ini), maka kita ingin mengadakan forum itu lagi. Salah satu fokusnya adalah bagaimana kita bisa mendapat visa yang sifatnya lebih bebas untuk WNI yang akan berkunjung ke Korea,” tutur Yadi.
 

Back to top button