News

Kades Minta Perpanjangan Masa Jabatan, Ada Gula Ada Semut

Minggu, 22 Jan 2023 – 11:35 WIB

Desain Tanpa Judul 16(1) - inilah.com

Para kepala desa menyampaikan aspirasi ke DPR untuk menuntut revisi terbatas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. (Foto: Antara)

Bukannya fokus melaksanakan amanah membangun desa, para kepala desa (kades) pergi ke Jakarta berdemonstrasi menuntut perpanjangan masa jabatan. Ada agenda terselubung di balik aspirasi yang menuai kontroversi itu. Gula berupa dana desa yang totalnya puluhan triliun yang digelontorkan untuk 74.954 desa di 434 kabupaten/kota ditengarai menjadi pemicu.

Analisa ini disampaikan mantan Dirjen Otda Kemendagri, Djohermansyah Djohan. Adanya kucuran dana Rp1 miliar dari pemerintah pusat untuk desa membuat banyak orang tertarik menjabat kades. Pembangunan desa masih tertinggal dan muncul banyak kasus sebagai eksesnya mereka menuntut masa jabatan dari 6 tahun diperpanjang menjadi 9 tahun dalam 1 periode.

“Coba sekarang kita balik, diberhentikan bantuan keuangan. Apakah mau orang jadi kades dengan uang dari PAD (pendapatan asli daerah) itu sendiri? Nah sekarang kita balik saja, setop dulu (dana desa), uji coba. Jadi pembangunan desa tetap dilakukan namun lewat pemerintah dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan. Mau orang jadi kades,” tutur Djohermansyah, kepada Inilah.com, melalui sambungan telepon, Minggu (22/1/2023).

Perhitungan Djohermansyah, dalam setiap tahun anggaran yang mengalir untuk desa lebih dari Rp1 miliar. Selain dari pusat, yang pada 2023 telah mengalokasikan dana lebih dari Rp70 triliun untuk 74.954 desa di 434 kabupaten/kota, agar setiap desa mendapatkan Rp1 miliar per tahun, desa juga mendapatkan dana segar dari pemerintah kabupaten berupa anggaran dana desa (ADD) yang besarnya ratusan juta. Belum lagi bantuan keuangan dari pemerintah provinsi.

“Uang itu berarti banyak jadinya kan, nah jadi kalau (jabatan kades) itu bisa terus bertahan dalam kekuasaan, kita kelola uang banyak itu, kan menjadi interest yang kuat bagi kades,” selorohnya.

Dia mempertanyakan mengapa tidak ada semangat mengevaluasi pemerintahan desa selama ini dengan mengoreksi penggunaan dana desa yang di banyak tempat malah dikorupsi. Artinya aspirasi memperpanjang masa jabatan kades harus diuji secara objektif.

Menurutnya, memperpanjang masa jabatan kades dengan merevisi UU Desa sama saja melegitimasi korupsi pada tingkat desa. Lagipula secara teori kekuasaan yang terlampau panjang membuat marak korupsi.

“Sebab masa jabatan lama itu kekuasaannya jadi panjang, akibatnya itu cenderung koruptor, sehingga itu merugikan rakyat desa nantinya,” jelasnya.

Dia mengaku khawatir apabila aspirasi ini dituruti, lantas pemerintah bersama DPR bersepakat merevisi UU Desa, membawa implikasi lahirnya monarki di desa. Tanpa adanya revisi saja sekarang sudah ada labeling raja-raja kecil kepada kades.

“Gegara uang ini munculah kasus negatif, sudah mulai ada ratusan kades kena kasus hukum karena mengorupsi dana desa. Kalau mereka dikasih jabatan yang lama itu korupsinya akan menjadi-jadi,” ujarnya.

Back to top button