News

Pakar Sebut Hasil Kajian CREA Soal PLTU Sebabkan Polusi Tidak Valid

Lembaga kajian Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) sempat menyebutkan polusi udara di Jakarta diakibatkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbasis batu bara yang beroperasi di sekitar Jakarta.

Menyikapi hal itu, Ahli Emisi Udara dari Universitas Sultan Agung Tirtayasa, Profesor Anton Irawan mengatakan hasil kajian CREA tidak valid dan perlu memperjelas permodelan kajian yang menyebutkan polusi udara akibat PLTU.

“Kajian CREA perlu diperjelas dalam pemodelannya untuk sektor transportasi dan industri. Kok beda. Kan, sudah banyak kajian yang menyatakan transportasi sebagai penyebab utama polusi udara,” kata Anton yang ahli di bidang bahan bakar padat seperti dikutip, Sabtu (16/9/2023).

Anton mengatakan, jika benar CREA menggunakan pemodelan kualitas udara dengan Calpuff maka kecil kemungkinan polusi itu diakibatkan oleh PLTU. Sebab jika itu digunakan lebih dari 100 km, maka hasil yang dilakukan membutuhkan sarana komputasi yang handal serta potensi untuk tidak valid besar. 

“Saya perikirakan  hasilnya kurang valid. Dia mengukur sampai Bandung. Jarak PLTU yang diukur sampai Bandung itu hamper 250 kilometer. Software Calpuff itu biasanya digunakan untuk mengukur jarak dekat. Tidak lebih dari radius 100 kilometer,” katanya. 

Jadi menurut Anton perlu dilakukan investigasi lebih lanjut untuk sumber emisi yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta menurun. 

Menurut Anton, emisi PLTU Suralaya sudah terkonsentrasi hanya di sekitar kawasan pembangkitan menyusul diterapkannya teknologi berbasis tinggi. Rata-rata PLTU sudah dipasang Electrostatic Precipitator atau yang sering disebut ESP. Hasil efisiensi penyaringan abu dengan ESP dapat mencapai 99,5 persen. 

Penyaringan emisi tersebut, paparnya, bisa terlihat dari perbedaan asap yang dikeluarkan dari PLTU. “Sekarang sudah bagus pengelolaan pembangkitan listrik berbasis batu bara di Tanah Air, dan tinggal bagaimana pemantauan oleh pemerintah sehingga emisi udara ambient tetap dibawah baku mutu emisi sesuai PP No 22 tahun 2021 di lampiran VII” katanya. 

Saat ini, paparnya, banyak PLTU yang memperoleh penghargaan patuh terhadap aturan yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK). “Saat ini, pembangkit listrik berbasis batu bara jangan terlalu dijadikan kambing hitam. Apalagi musuh. Industri pembangkit harus  memenuhi standar yang ditetapkan  pemerintah tentang baku mutu emisi pembangkit pada Permen LHK 15 tahun 2019.”

Anton menegaskan, kajian yang dilakukan saat ini menunjukkan bahwa tidak ada emisi yang mengarah ke Jakarta untuk bulan Juli – Agustus.

“Pada Juli-Agustus tahun ini, angin sedang mengarah ke Samudra Hindia. Jadi sangat tidak mungkin mengarah ke Jakarta dengan jarak yang lebih dari 100 km pada bulan Juli – Agustus ini,” katanya.

Back to top button