News

Jokowi Sesat Pikir dan Membangkang MK, Perppu Cipta Kerja Harus Dicabut

Senin, 02 Jan 2023 – 21:16 WIB

Jokowi

Presiden Joko Widodo mengomentari soal perombakan menteri saat berada di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (2/1/2023). (Foto: Antara/ Gilang Galiartha)

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) harus dicabut. DPR diminta menggelar rapat paripurna dan menolak memberi persetujuan terhadap Perppu Ciptaker yang diyakini menjadi akal-akalan pemerintah untuk mengingkari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.

Direktur  Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani menyebutkan, Perppu Ciptaker bukan hanya bukti buruknya legislasi dalam sistem presidensial, lantaran melegitimasi penyusunan undang-undang yang tidak proper dan prosedural. Namun Presiden Jokowi selain dapat dikategorikan membangkang putusan MK, juga sesat pikir karena berdalih melaksanakan putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 dengan menerbitkan perppu.

Konsideran huruf f perppu yang pada pokoknya menyebutkan tindak lanjut atas putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 adalah berupa perbaikan melalui penggantian terhadap UU Cipta Kerja tidak hanya menunjukkan logical fallacy atau kesesatan berpikir presiden, namun juga menunjukkan pembangkangan yang sangat nyata terhadap Putusan MK,” kata Ismail, di Jakarta, Senin (2/1/2023).

Dia menegaskan, dalam amar putusannya, secara eksplisit MK memerintahkan pembuat undang-undang memperbaiki UU Ciptaker dan menangguhkan segala kebijakan yang bersifat strategis dan nyata. Namun dalam praktiknya, Presiden Jokowi bukannya menangguhkan malah menerbitkan perppu yang isinya tak berbeda dengan UU Ciptaker.

Membangkangi putusan MK pada hakikatnya adalah bentuk pengingkaran terhadap nilai-nilai konstitusi,” tuturnya.

Dia menuntut DPR untuk segera menggelar rapat paripurna dan menolak Perppu Ciptaker. Konsekuensinya perppu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Setara Institute juga meminta pemerintah bersama DPR melakukan perbaikan substantif memasuki tenggat waktu perbaikan dengan menghapus pasal-pasal bermasalah.

Pemerintah dan DPR harus tunduk dan patuh terhadap Putusan MK No. No. 91/PUU-XVIII/2020, terutama dalam hal menangguhkan maupun tidak membuat kebijakan atau tindakan baru yang bersifat strategis dan berdampak luas,” lanjutnya.

Back to top button