News

Hakim Plin-Plan dan Diduga Terlibat Suap, Perkara PKPU Hitakara tak Kunjung Tuntas

Majelis hakim yang menangani perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Hitakara di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dinilai bersikap plin plan dan diduga terlibat suap serta persengkongkolan jahat. Karena itu, kuasa hukum PT Hitakara Andi Syamsurizal Nurhadi, untuk kesekian kalinya memohon agar majelis hakim segera mencabut/mengakhiri/membatalkan PKPU PT Hitakara.

“Kami tegaskan bahwa masa PKPU klien kami, seyogyanya telah berakhir tanggal 21 Juli 2023, namun sampai dengan saat ini belum juga ada putusan pembatalan PKPU PT Hitakara,” kata Andi dalam keterangannya kepada inilah.com, Selasa (25/7/2023).

Andi mempertanyakan sikap majelis hakim yang menunda pembacaan putusan hingga 2 Agustus 2023. Padahal, Senin (24/7/2023) telah dilangsungkan Rapat Permusyawaratan Majelis (RPM) guna memeriksa dan memutus permohonan pencabutan yang diajukan oleh PT Hitakara.

“Nasib klien kami apakah akan dihancurkan dengan masuk ke jurang kepailitan, padahal sudah sangat nyata bahwa hutang yang dijadikan dasar oleh majelis hakim pemutus untuk mengabulkan permohonan PKPU yang diajukan para pemohon sangat patut diduga adalah palsu,” urai Andi.

Apalagi mereka adalah para terlapor dalam perkara pidana di Mabes Polri dan kasusnya sudah masuk ke proses penyidikan. “Kami berharap para terlapor yang adalah pemohon PKPU segera dijadikan tersangka,” harap Andi.

Andi kembali mempertanyakan sikap majelis tim pengurus dan hakim pengawas yang tidak mau memberikan rekomendasi terkait pencabutan PKPU yang diajukan PT Hitakara.

“Apa kepentingan dari tim pengurus dan hakim pengawas? Bukankah seharusnya mereka memberikan sikap dan rekomendasinya terhadap permohonan pencabutan PKPU klien kami,” tanya Andi.

Dalam RPM tersebut, lanjut Andi, majelis hakim perkara seperti baru mendengar adanya permohonan pencabutan PKPU dan baru meminta pendapat dari debitur, kreditur maupun tim pengurus.

“Hal ini semakin menguatkan dugaan tentang adanya persekongkolan jahat antara hakim pengawas, tim pengurus PKPU, para pemohon PKPU dan kuasa hukum para pemohon PKPU. Sangat patut diduga ada tindak pidana suap di dalamnya yang bertujuan untuk menghancurkan klien kami dengan berkedok proses PKPU maupun kepailitan,” tukas Andi.

Dia menilai, sikap tim pengurus dan hakim pengawas dalam menetapkan Daftar Piutang Tetap (DPT) benar-benar merugikan kliennya. Penetapan DPT yang baru dilakukan tanggal 20 Juli 2023 (1 hari sebelum batas akhir 270 hari masa proses PKPU) dianggap sebagai sikap yang tidak profesional dan sangat bepihak.

“Kami sangat mempertanyakan motif sikap keberpihakan tim pengurus dan hakim pengawas, dimana sangat nyata membela dan melindungi kepentingan pemohon PKPU yang sudah dilaporkan ke Mabes Polri,” ujar Andi.

Dia menambahkan, dengan ditetapkannya DPT maka terbukti tim pengurus dan hakim pengawas sangat menyadari bahwa pemohon PKPU bukanlah kreditur PT Hitakara dan tidak ada alasan apapun bagi para pemohon PKPU untuk mengajukan permohonan PKPU. “Namun kenapa tetap dimasukkan di dalam DPT?” tanya Andi heran.

Menurut Andi, keberatan-keberatan terhadap permohonan pencabutan yang disampaikan oleh kreditur lain dalam RPM maupun dalam surat-surat yang disampaikan kepada hakim pemutus, tidak ada relevansinya dengan permohonan pencabutan.

“Permohonan pencabutan diajukan bukan atas dasar adanya kemampuan untuk membayar, akan tetapi karena hutang yang dijadikan dasar mengabulkan permohonan PKPU diduga palsu. Karena itu kami mohon agar majelis hakim pemutus tidak mempertimbangkan segala bentuk dan alasan keberatan yang diajukan oleh kreditur lain,” urai Andi.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, serta guna menjamin adanya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi PT Hitakara selaku termohon PKPU, Andi meminta kepada majelis hakim yang memeriksa perkara aquo untuk mengabulkan permohonan pencabutan PKPU dan/atau mengakhiri PKPU tanpa kepailitan.

Back to top button