News

Guru Besar UII: Kewenangan MKMK Sebatas Mengadili Etika Hakim, Jangan Campuri Putusan MK

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Ni’matul Huda, mengingatkan Ketua Mahkamah Kehormatan Mahkamah Kontitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie soal batasan kewenangan.

Ia menegaskan MKMK tidak memiliki wewenang dalam membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan uji materi usia capres-cawapres nomor perkara 90/PUU-XXI/2023

Sebab, menurutnya, putusan MK lebih tinggi statusnya daripada MKMK. “Tidak ada yg bisa membatalkan putusan MK, karena tidak ada lembaga yang di atas MK,” ujar Ni’matul saat dihubungi Inilah.com, di Jakarta, Jumat (3/11/2023).

Ia menegaskan MKMK hanya memiliki wewenang memeriksa dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman bersama delapan hakim lainnya. “MKMK paling hanya dapat memeriksa 9 hakim terkait bagaimana putusan itu dikeluarkan,” ucapnya menjelaskan.

Walau putusan MK telah membuat publik kecewa, tapi harus tetap diterima. Huda menyarankan, bila ingin mengubah putusan MK yang diduga melanggar nalar tersebut, silakan ajukan lagi permohonan uji materil yang baru.

“Mungkin bisa dengan mengajukan permohonan baru terhadap pasal yang sama dengan batu uji pasal yang beda dan argumentasi yang beda. Hal itu sudah pernah dilakukan di MK,” katanya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 memungkinkan untuk diubah.

Menurut Jimly, MKMK hanya menilai dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi, bukan putusan MK. Namun, dia menyebut MKMK bisa mengubah putusan tersebut bila diyakinkan.

“Kalau anda bisa meyakinkan kami bertiga dengan pendapat rasional, logis, dan masuk akal, bisa diterima akal sehat, why not?” kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2023).

Back to top button