Market

Jadi Lokomotif Energi Bersih, Proses Lelang dan Pengadaan PLTS Harus Transparan


Pemerintah memprioritaskan pengembangan energi surya yang diharapkan menjadi lokomotif bagi peningkatan bauran energi bersih nasional di masa depan.

Mungkin anda suka

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, untuk meraihnya perlu perencanaan lelang yang tepat, khususnya di proyek PLTS skala besar. Perencanaan yang tepat yang transparan serta didukung kebijakan yang mendukung kelayakan finansial proyek.

Fabby bilang, proses lelang di proyek PLTS skala besar akan berdampak kepada harga jual dari PLTS itu sendiri. “Pelelangan PLTS skala besar di Indonesia sangat terpaku pada ketentuan tata cara pelelangan barang dan jasa yang berlaku juga untuk PLN, yaitu tender umum, tender terbatas, penunjukan langsung dan pengadaan langsung, dengan berbagai ketentuan tambahan misalnya syarat TKDN. Dan ini bisa menghambat pengembangan instalasi surya,” kata Fabby, Jakarta, Sabtu (20/1/2024).

Asal tahu saja, pengembangan energi surya, biaya investasinya lebih murah, kompetitif dan pelaksanaannya cepat. Ada tiga program besar dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia, PLTS atap, PLTS skala besar, serta PLTS terapung. PLN mencatat kapasitas terpasang PLTS atap per Mei 2021 mencapai 31,32 megawatt dari 3.781 pelanggan.

Target dari pemerintah kapasitas terpasang PLTS atap sebesar 3,6 gigawatt pada 2030. Hal tersebut diyakini bisa tercapai dengan memanfaatkan gedung-gedung milik pemerintah, bangunan dan fasilitas milik BUMN, industri, bisnis, serta rumah tangga.

Mengikuti persetujuan Paris, pemerintah menargetkan penurunan emisi karbon di program PLTS skala besar sebanyak 7,96 juta ton. Untuk mencapai target tersebut, PLTS skala besar disebar merata di seluruh Indonesia mulai dari Sumatera berkapasitas 1.178 megawatt, Jawa-Bali 1.863 megawatt, Kalimantan 563 megawatt, Sulawesi 781 megawatt, Maluku 426 megawatt, Nusa Tenggara 389 megawatt, dan Papua 141 megawatt. Selain penurunan emisi karbon, harga beli di PLTS skala besar juga bisa terjangkau.

Masih kata Fabby, proses lelang PLTS skala besar kurang cocok untuk mendapatkan harga yang sangat kompetitif. Selain metode pelelangannya, proses pengadaan barang di PLTS skala besar sangat mirip dengan pengadaan di PLN.

Dia meminta pemerintah dan DPR untuk segera mengevaluasi perubahan cara lelang di proyek PLTS supaya bisa mendapatkan harga jual yang kompetitif namun dengan kualitas yang prima.

“Perlu dipikirkan perubahan cara lelang untuk PLTS sehingga mendapatkan harga yang kompetitif, kualitas yang prima. Mungkin pemerintah, DPR dan PLN perlu mencontoh tiga negara (Brazil, India dan Uni Emirat Arab) yang sukses mengembangkan kelistrikan dengan tenaga surya di negaranya,” katanya.

Standar lelang yang transparan, kata Fabby, harus diikuti dengan jadwal yang tepat. Diharapkan bisa meramaikan bursa penawaran dalam proses pengadaan di PLTS skala besar. Sisi regulasi sebagai faktor pendukung utamanya juga perlu memasukkan kearifan lokal.

“Hal penting lainnya selain yang tadi disebutkan, regulasi sebagai faktor pendukung utama harus memasukkan kearifan lokal untuk mendorong pengembangan solar skala besar dan melindungi industri lokal,” tutupnya.

 

Back to top button