Market

Bank Indonesia Tegaskan Tak Hanya Rupiah yang Jatuh

Ilustrasi – Petugas menghitung uang dolar AS di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (21/7/2022). (Foto: antara)

Bank Indonesia menilai pelemahan rupiah tiada henti mendekati Rp16.000 per dolar AS juga dialami mata uang negara lain.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menjelaskan penguatan dolar AS menekan hampir seluruh mata uang dunia, seperti yen Jepang, dolar Australia, hingga peso Filipina. Mata uang Paman Sam dolar AS sempat bergerak mendekati level Rp 16.000 terhadap rupiah, atau tepatnya Rp 15.852 pada Kamis pagi tadi.

“Kuatnya dolar AS menyebabkan tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia, termasuk nilai tukar rupiah. Dibandingkan akhir 2022, indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama pada 18 Oktober 2023 tercatat tinggi yaitu di level 106,21 atau menguat 2,6% year to date dibanding akhir 2022,” kata Perry seperti mengutip saat memberikan tanggapan resmi BI soal pelemahan rupiah, Kamis (19/10/2023).

Penguatan tajam dolar AS ini memberikan tekanan depresiasi mata uang hampir seluruh mata uang dunia, seperti yen Jepang, dolar Australia, dan euro yang melemah masing-masing 12,44%, 6,61%, dan 1,4% year to date. “Serta depresiasi mata uang kawasan Asia seperti ringgit Malaysia, baht Thailand, dan peso Filipina yang masing2 7,23% 4,64% dan 1,735% year to date,” tuturnya.

Meski demikian, Perry menyebut pelemahan rupiah terhadap dolar AS lebih baik dibandingkan mata uang lain. Rupiah melemah 1,03% dalam tahun berjalan (year to date/ytd) terhadap dolar AS. “Dalam periode yang sama, dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh BI, nilai tukar rupiah terdepresiasi 1,03% year to date relatif lebih baik dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara di kawasan dan global tersebut,” katanya.

Untuk itu, Perry menyebut BI akan terus memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah. “Ke depan sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian harga-harga yang diimpor dari luar negeri,” ucapnya.  

Sentimen The Fed

Sementara analis pasar mata uang Lukman Leong menjelaskan pelemahan rupiah melemah terhadap dolar AS, yang rebound di tengah sentimen risk off pasar karena pernyataan hawkish dari pejabat The Fed Christopher J Waller dan John Williams.

“Waller mengatakan The Fed walau tidak akan menaikkan suku bunga pada pertemuan November 2023, namun bisa saja menaikkan suku bunga di pertemuan berikutnya. Sedangkan, Williams melihat suku bunga The Fed akan tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama,” katanya.

Faktor lain dari pelemahan rupiah adalah sikap investor yang mengantisipasi pidato yang lebih hawkish dari Kepala The Fed Jerome Powell pada malam ini. Powell diperkirakan memberikan pernyataan yang lebih hawkish mengingat data ekonomi AS yang masih kuat dan inflasi yang tidak turun sesuai harapan.

Data penjualan ritel AS mengalami peningkatan 0,7 persen month to month (mtm) dengan ekspektasi 0,3 persen dan naik 3,8 persen year on year (yoy) dengan ekspektasi 1,5 persen.

“Melihat dari kondisi internal, investor menantikan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang diprediksi akan mempertahankan kebijakan tingkat suku bunga,” ungkap Lukman.

Nilai tukar (kurs) rupiah, yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi melemah sebesar 0,43 persen atau 68 poin menjadi Rp15.798 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.730 per dolar AS.

Pelemahan Berlanjut

Sedangkan ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto mengatakan pelemahan rupiah akan berlanjut dalam jangka menengah karena dipengaruhi tren penguatan dolar Amerika Serikat (AS) pasca data penjualan ritel AS lebih baik dari perkiraan.

“Pelemahan rupiah memang masih sangat dipengaruhi oleh faktor global, yaitu tren penguatan USD yang masih berlanjut, kemungkinan dalam jangka menengah. Hal ini didorong oleh data ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan, antara lain yang kemarin baru dirilis, yaitu penjualan ritel AS,” katanya Rabu kemarin.

Penjualan ritel AS naik 0,7 persen month to month (MoM) dengan ekspektasi 0,3 persen dan naik 3,8 persen year on year (YoY) dengan ekspektasi 1,5 persen.

Di samping itu, sentimen positif dari dalam negeri masih belum cukup mendorong penguatan rupiah. Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia hingga September 2023 mencatatkan surplus sebesar 3,42 miliar dolar AS, lebih rendah dari perkiraan 2,27 miliar dolar AS. Angka tersebut meningkat 0,30 persen secara bulanan (month to month).

Selain faktor data ekonomi AS yang membaik pelemahan rupiah turut dipengaruhi pernyataan hawkish dari pejabat The Fed Neel Kashkari yang melonjakkan imbal hasil obligasi AS. Dia menyinggung perihal inflasi AS yang masih tinggi. “Imbal hasil obligasi 2 tahun sekarang berada di kisaran 5,200 persen dan 10 tahun di 4,841 persen,” ujar Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong.

Topik
BERITA TERKAIT

Back to top button