News

Aksi Gejayan Memanggil, Ribuan Massa Serukan Penghancuran Rezim Jokowi!


Mahasiswa dan masyarakat sipil menggelar Aksi Gejayan Memanggil Kembali di Pertigaan Gejayan, Jalan Colombo, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (12/2/2024). Aksi yang dihadiri ribuan massa mengenakan pakaian serba hitam itu dengan lantang meyerukan agar rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dihancurkan dan diadili.

Hal itu terungkap dari salah satu poster yang dibentangkan peserta aksi bertuliskan “Hancurkan dan Adili Rezim Jokowi”.

“Hari ini sisa kepemimpinan rezim Jokowi selama dua periode diwarnai dengan praktik KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) hari ini Presiden Jokowi menunjukkan selama dua periode beliau hanya menghancurkan demokrasi,” teriak salah satu orator aksi.

Diketahui, Aksi Gejayan Memanggil Kembali digelar buntut kegeraman atas kekacauan demokrasi di era pemerintahan Jokowi.

Berikut berbagai tuntutan yang mengemuka dalam aksi seperti dituliskan akun Instagram @gejayanmemanggil:

-Praktik-praktik pemilu kotor dipertontonkan secara telanjang oleh Jokowi, para calon pemimpin, maupun partai-partai pengusung dengan turut serta menggandeng sejumlah tokoh masyarakat, mereka menipu hingga mengintimidasi rakyat.

-Di sisi lain, pengelolaan pembangunan semakin amburadul, kemiskinan rakyat tak pernah diatasi, ruang hidup terampas, dan pendidikan semakin mahal. Pelanggaran HAM juga tidak pernah selesai, bahkan terus bertambah.

-Bukannya mengatasi masalah-masalah rakyat, Jokowi dan kroni-kroninya malah membunuh demokrasi dengan sadis di akhir masa jabatannya. Pun, tengah melaksanakan dinasti politiknya.

-Demokrasi tengah berada dalam kondisi darurat. Otoritarianisme telah mencengkeram demokrasi rakyat. Inilah saatnya rakyat bersatu untuk memenggal otoritarianisme oligarki, sebagaimana Revolusi Prancis pada akhir abad ke-18 dan Reformasi Indonesia tahun 1998.

-Bukan lagi saat berdiskusi, apalagi bernegosiasi. Kami mengajak saudara-saudara sekalian turun ke jalan. Aksi sipil bersama ini harus menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat, termasuk akademisi, guru besar, hingga tokoh agama.

 

Back to top button