Market

Faisal Basri Blak-blakan Soal Pertumbuhan Ekonomi RI yang Kerdil

Ekonomi Indonesia yang mencatatkan pertumbuhan positif dinilai kerdil. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh unsur daya pikir dan teknologi, sedangkan Indonesia tidak.

“Terjadi pelemahan fondasi ekonomi yang makin lama makin buruk. Padahal, ibarat pohon yang tinggi menjulang ke langit, harus ditopang oleh akar yang kuat. Hasilnya, ekonomi tumbuh, tapi kerdil,” kata Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri dalam diskusi bertajuk ‘Catatan Awal Ekonomi Tahun 2023’ secara daring di Jakarta, Kamis (5/1/2022).

Ia menegaskan, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh unsur teknologi di mana semakin banyak mengunakan komponen otak, semakin kencang pertumbuhan ekonomi.

“Semakin banyak pakai otot, pertumbuhannya melambat terus,” timpal dia.

Dia menjelaskan penggunaan daya pikir suatu masyarakat tercermin dari indeks Total Factor Productivity (TFP), yang mana Indonesia cenderung mengalami penurunan dalam kurun waktu 50 tahun terakhir.

Asia Productivity Organization (APO) mencatat indeks TFP Indonesia berada di angka 1,5 poin pada 1980, kemudian turun di angka 1,0 poin pada tahun 2000, dan turun di angka 0,8 poin pada tahun 2020.

“Kita mengalami penurunan yang terus menerus,” ujar Faisal Basri.

Faisal Basri Blak-blakan Soal Pertumbuhan Ekonomi RI yang Kerdil - inilah.com
(Sumber: Dok. Pribadi Faisal Basri)

Pada 2020 Indeks TFP Indonesia berada di bawah negara-negara Asia Tenggara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina di angka 1,0 poin, serta Vietnam di angka 1,2 poin.

Faisal Basri menjelaskan penggunaan daya pikir masyarakat sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, di antaranya teknologi dan inovasi, kondisi pasar dan ekonomi, serta budaya dan society (masyarakat).

“Tiga faktor inilah yang terjadi pelemahan terus menerus,” kata Faisal Basri.

Dengan demikian dia menyampaikan secara agregasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagian besar dikontribusikan oleh modal fisik, dibandingkan modal daya pikir atau teknologi selama periode 2000-2020.

Selama periode tersebut APO mencatat kontribusi modal berbasis non-IT terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia naik sebesar 71 persen dan kontribusi modal berbasis IT naik 6 persen.

Selain itu, lanjutnya, kontribusi tenaga kerja penuh waktu naik 14 persen dan kontribusi tenaga kerja berkualitas naik 29 persen. Sedangkan kontribusi TFP atau daya pikir minus 19 persen selama periode tersebut.

“Hampir tiga per empat pertumbuhannya disumbangkan oleh modal fisik, seperti infrastruktur. Sumbangan otak dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia minus (19 persen) selama periode 2000- 2020,” ujar Faisal Basri.

Sebagai informasi, ekonomi nasional tumbuh sebesar 5,72 persen secara tahunan (yoy) pada triwulan III 2022, dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp5.091,2 triliun.

Back to top button