News

6 Fakta Menarik Gunung Krakatau yang Letusannya Pernah Gegerkan Dunia

Gunung Anak Krakatau kembali mengeluarkan abu vulkanik sekitar 2.000 meter di atas puncak, Senin siang (27/11/2023), pukul 11.43 WIB. Letusan ini tercatat paling besar dalam bulan ini

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melaporkan, kolom abu berwarna kelabu hingga hitam dengan intensitas tebal menuju ke arah barat laut.

Saat ini Gunung Anak Krakatau berada pada level III, siaga, dengan rekomendasi masyarakat, nelayan, pendaki gunung, tidak mendekati gunung dengan radius lima kilometer.

Anak Krakatau merupakan gunung api yang terus aktif. Sejak tahun 1950-an Anak Krakatau meletus dalam satu hingga dua tahun.

Hanya antara 1988-1992 dan 2001-2007 gunung api yang kini mencapai ketinggian 300-an meter di atas permukaan laut tersebut membisu untuk waktu yang relatif panjang.

Tetapi sejak 2015 Anak Krakatau kembali memasuki periode aktif.

Namun erupsi pada 22 Desember 2018 tercatat sebagai yang paling mematikan dalam sejarah Anak Krakatau. 

Ketika itu letusan Anak Krakatau menimbulkan tsunami yang tak terduga dan menyapu wilayah Selat Sunda dan sekitarnya. 

Gelombang air itu tercipta ketika punggung gunung seluas 44 hektar amblas ke dalam laut.

Bencana ini terjadi saat liburan akhir pekan yang sibuk. Data menyebutkan lebih dari 500 orang meninggal dunia di Banten dan Lampung, dengan sedikitnya 1.400 terluka dan ribuan lainnya mengungsi.

Ilmuwan sebelumnya sempat meyakini Anak Krakatau hanya akan kembali mengancam jika mencapai ketinggian serupa sang ibu, yakni 800-an meter di atas permukaan laut. 

Namun, peristiwa 22 Desember 2018 mematahkan pendapat itu. 

Anak Gunung Krakatau memuntahkan lahar dahsyat dan menimbulkan tsunami ketika ketinggiannya jauh di bawah Gunung Krakatau. 

Saat itu tinggi Gunung Anak Krakatau tercatat mencapai 338 meter di atas permukaan laut.

Tetapi sesungguhnya, letusan mengerikan Gunung Krakatau pada Agustus 1883 sungguh tak ada tandingannya.

Berikut fakta-fakta mengerikan Gunung Krakatau ketika Meletus pada 1883, dirangkum dari berbagai sumber.

1. Letusan Paling Mematikan dalam Sejarah Modern

Laman Live Science menyebutkan, letusan Gunung Krakatau merupakan letusan paling mematikan dalam sejarah modern. 

Banyak yang meninggal akibat material ledakan dan tsunami yang mengikuti runtuhnya gunung berapi ke dalam kaldera di bawah permukaan laut.

Diperkirakan lebih dari 36.000 orang kehilangan nyawa. Letusan juga mempengaruhi iklim dan menyebabkan suhu turun di seluruh dunia. 

Pada Mei 1883, kapten Elizabeth, kapal perang Jerman, melaporkan sudah melihat awan dan abu vulkanik di atas Puncak Krakatau. 

Ketinggian awan dan abu vulkanik mencapai lebih dari 6 mil (setara 9,6 kilometer).

Selama dua bulan berikutnya, kapal komersial dan kapal wisata carteran yang sering mengunjungi selat, melaporkan  mendengar suara gemuruh dan adanya awan pijar.

2. Memicu Tsunami Setinggi 120 Kaki

Tephra atau pecahan batu vulkanik dan gas vulkanik panas membuat banyak korban khususnya di Jawa Barat dan Sumatra, tapi ribuan lainnya terbunuh akibat tsunami setinggi 129 kaki atau setara 36 meter.

Tsunami membanjiri pulau-pulau kecil di dekatnya. Penduduk di pesisir di Jawa dan Sumatera melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi. Sebanyak 165 desa di pesisir hancur. 

Kapal uap Berouw ikut tersapu hampir satu mil ke daratan di Sumatera, dan semua awaknya yang berjumlah 28 orang tewas.

Namun terdapat kapal lain, Kapal Loudon, telah berhasil melewati tsunami. 

Kapten kapal, Lindemann, mampu membalik haluannya untuk menghadapi ombak raksasa, dan kapal dapat menaiki puncak ombak. 

Ketika melihat ke belakang, para kru dan penumpang melihat tidak ada yang tersisa dari kota tempat mereka berlabuh sebelumnya.

3. Membuat Langit Gelap hingga 442 Kilometer

Ledakan Gunung Krakatau melontarkan sekitar 11 mil kubik (setara 45 kubik kilometer) puing ke atmosfer, langit yang gelap hingga 275 mil (atau 442 kilometer) dari pusat ledakan. 

Di sekitarnya, matahari tidak terlihat selama tiga hari lantaran langit gelap.

Letusan Gunung Krakatau juga menyebabkan suhu global rata-rata 1,2 derajat lebih dingin untuk lima tahun ke depan setelah letusan.

4. Munculnya Gunung Anak Krakatau

Gunung Anak Krakatau mulai tumbuh pada 20 Januari 1930, hasil dari letusan Gunung Krakatau. 

Menurut laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) komplek Krakatau terdiri dari empat pulau, Rakata, Sertung, Panjang dan Anak Krakatau. Ketiga pulau pertama adalah sisa pembentukan kaldera.

Sementara Anak Krakatau muncul akibat erupsi kompilasi pada 11 Juni 1927 dengan komposisi magma basa di pusat komplek Krakatau. 

Lahir akibat letusan-letusan, Anak Krakatau tumbuh semakin besar dan tinggi.

Sejak lahir hingga tahun 2000, Anak Krakatau telah mengalami erupsi lebih dari 100 kali, baik secara eksplosif maupun efusif. 

Dari beberapa letusan tersebut, umumnya titik letusan selalu berpindah-pindah di sekitar tubuh kerucutnya.

Waktu istirahat tersedia antara 1 hingga 8 tahun dan 4 tahun sekali mengalami letusan abu dan leleran lava.

5. Letusan Krakatau Diketahui dari Geolog Belanda

Verbeek adalah seorang ahli geologi Belanda yang tinggal di Jawa yang telah melakukan penelitian geologi di sekitar kawasan Gunung Krakatau pada tahun-tahun sebelum letusan dahsyatnya.

Setelah letusan pada 1883, ia melakukan perjalanan ke daerah yang terkena dampak.

Ia mengumpulkan laporan saksi mata dan secara pribadi mengamati kehancuran yang ditimbulkan oleh gunung berapi tersebut. 

Laporan setebal 550 halamannya diterbitkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1885. 

Data dan penelitian di dalamnya juga membantu mencetuskan dimulainya vulkanologi modern.

6. Tahun 1883 Bukanlah Letusan Pertama

Mengutip dari laman History Hit, Krakatau sempat tidak aktif selama lebih dari 200 tahun ketika meletus pada 1883. 

Namun catatan sebelumnya menunjukkan gunung tersebut telah dikenal sebagai ‘Gunung Api’ oleh masyarakat Jawa selama berabad-abad.

Beberapa hipotesis menyebutkan gunung Krakatau meletus secara dahsyat pada abad ke-6, sehingga menyebabkan perubahan iklim global. 

Pada 1680, para pelaut Belanda melaporkan melihat Gunung Krakatau meletus dan mengambil potongan besar batu apung, dan bukti aliran lava sejak saat itu ditemukan pada abad ke-19.

.

.

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.

Back to top button