News

13 Juta Orang di Afrika Kelaparan

Sebanyak 13 juta orang di wilayah Tanduk Afrika menghadapi bencana kelaparan. Demikian laporan dari Program Pangan Dunia (WFP).

WFP menyerukan penyaluran bantuan untuk menghindari terulangnya bencana kelaparan yang menewaskan ratusan ribu orang satu dekade lalu.

Mungkin anda suka

Musim kemarau panjang telah menciptakan kondisi kekeringan di Afrika sejak 1980-an.

“Panen rusak, ternak mati, dan kelaparan meningkat karena kekeringan berulang mempengaruhi Tanduk Afrika,” kata Direktur Regional di Biro Regional WFP untuk Afrika Timur Michael Dunford pada Selasa (8/2/2022).

Kondisi tersebut mendorong ribuan warga yang sebagian besar adalah petani untuk mengungsi.

“Kami tidak pernah mengalami ini sebelumnya, kami hanya melihat badai debu sekarang. Kami takut mereka akan menutupi kami semua dan menjadi kuburan kami,” kata Mohamed Adem dari wilayah Somali di Ethiopia, dalam video WFP.

Rekaman udara juga menunjukkan semak belukar berdebu dipenuhi bangkai ternak.

“Meskipun terkendali, ada kekeringan parah di daerah Somali dan beberapa bagian Oromia dan negara bagian selatan. Jadi peringatan WFP cukup tepat,” kata juru bicara pemerintah Ethiopia Legesse Tulu kepada Reuters.

Kekeringan juga menyebar ke beberapa daerah di Kenya, Somalia bagian tengah-selatan, dan Eritrea.

Di antara 2010 dan 2012, sekitar 250.000 orang meninggal karena kelaparan di Somalia. Setengah di antara korban tewas adalah anak-anak.

Dana Anak PBB (UNICEF) juga memperingatkan bahwa banyak anak akan meninggal dunia atau menderita kerusakan kognitif atau fisik seumur hidup, tanpa tindakan cepat untuk menghindari kelaparan.

“Kita perlu bertindak sekarang untuk mencegah bencana,” kata Direktur Regional UNICEF untuk Afrika Timur dan Selatan Mohamed Fall melalui sambungan telepon dari Nairobi.

Ia mengatakan bahwa 5,5 juta anak di empat negara saat ini terancam kekurangan gizi akut.

WFP, yang memenangi Hadiah Nobel Perdamaian pada 2020, meluncurkan rencana respons regionalnya untuk Tanduk Afrika minggu ini dan membutuhkan dana 327 juta dolar AS (sekitar Rp4,7 triliun).

Sementara UNICEF mengumpulkan 123 juta dolar AS (sekitar Rp1,8 triliun).

Back to top button