Market

Terancam Bangkrut, Pengusaha Pertashop Curhat ke Komisi VII DPR

Komisi VII DPR mendapat banyak keluhan dari pengusaha Pertashop di Jateng-Yogyakarta tentang penjualan BBM jenis Pertamax kurang laku. Mereka minta dukungan untuk dapat menjual gas epiji 3 kg sebagai tambahan pemasukan.

Menurut Ketua Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng-DIY, Gunadi Broto Sudarmo, penjualan BBM nonsubsidi, khususnya Pertamax tengah lesu imbas beralihnya konsumen kepada BBM Pertalite yang lebih murah.

“Sebagai tambahan income di Pertashop agar kami bisa sedikit menghela nafas, tunjuk kami sebagai pangkalan Elpiji 3 kg,” ucap Gunadi saat mengikuti udiensi bersama Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (10/7/2023).

Audiensi tersebut diterima Wakil Ketua Komisi VII Dony Maryadi Oekon. Usai mendengarkan keluhan tersebut, Dony menjanjikan akan akan memanggil Pertamina, Kementerian ESDM, dan Pertamina Patra Niaga dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) mendatang.

“Dari semua masukan audiensi hari ini, ini menjadi catatan kita. Kita akan segera melakukan rapat dengar pendapat mengenai masalah ini dengan pihak Pertamina, Kementerian ESDM, dan (Pertamina) Patra Niaga. Pemerintah wajib untuk menertibkan, ini yang harus kita dorong dari BPH Migas,” tegas Dony saat memimpin audiensi tersebut.

Gunadi menuturkan, pihaknya sering kali mengajukan izin penjualan gas elpiji melon itu ke agen. Hanya saja, setiap pengajuan hanya mendapatkan jawaban bahwa pasokan sudah habis tersalurkan ke semua pangkalan, terutama SPBU Pertamina.

Kebijakan pengadaan Pertashop oleh Pertamina dimulai sejak awal didirikan tahun 2019 untuk menjadi penyalur BBM kepada masyarakat yang utamanya tidak terjangkau oleh SPBU. Oleh karena itu, ia mengingkan agar Pertashop bisa seperti SPBU Pertamina yang sekaligus menjadi pangkalan.

“Layaknya SPBU, dia ditunjuk sebagai pangkalan elpiji 3 kilogram, jadi tidak perlu ajukan permohonan ke agen karena agen sudah ada list dari SPBU Pertamina,” ujarnya.

Gunadi mengungkap, kerugian yang dialami pengusaha Pertashop terjadi sejak selisih harga jual antara Pertamax dan Pertalite di pasaran cukup tinggi. Mengingat Pertashop hanya menjajakan BBM Nonsubsidi, Pertamax dan Dexlite, serta bensin eceran kerap menjual Pertalite yang merupakan BBM Bersubsidi.

“Dengan adanya disparitas harga, pasti ada peluang atau dimanfaatkan oleh sekelompok orang lain. Disini kami mehyoroti oenjualan pertalite di pengecer atau Pertamini,” ujarnya.

Dia menuturkan, dari sisi keuntungan, pengecer Pertalite mendapat untung jauh lebih besar dari penjualan BBM. Sementara, margin yang dipatok untuk Pertashop hanya berkisar Rp 450-850 per liternya.

“Pengecer atau pertamini yang nyata-nyata ilegal dapat margin yang lebih besar karena adanya disparitas harga yang begitu tinggi. Berapa margin dari pengecer? bisa Rp 2.000-2.500 perliter. Jadi pengecer tak mempunyai kewajiban seperti layaknya lembaga pengalur legal seperti Pertashop,” urainya.

Ia menuturkan, tekanan terhadap usaha Pertashop terus berlanjut saat harga Pertamax terus mengalami kenaikan hingga Rp 14.500 per liter dan Pertalite dihargai Rp 10 ribu per liter. Kendatipun, saat ini Pertamax telah turun menjadi Rp 12.400 Gunadi mengaku penjualan Pertamax di Pertashop tetap tak mengalami perbaikan.

Gunadi mengakui, sejak terjadinya disparitas harga bensin yang signifikan pada bulan April 2022, omset penjualan di setiap cabang Petrashop merosot hingga mencapai 90 persen. Kondisi tersebut membuat 201 dari 448 Petrashop kerap merugi.

Ditambah, adanya pengecer ilegal mengambil celah dengan memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan penyalur legal seperti Petrashop. Hal ini terjadi karena pengecer ilegal tidak membayarkan kewajiban seperti pajak dan pungutan legal seperti yang dilakukan Petrashop.

Sementara, Ketua Umum Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI), Steven, menambahkan, keinginan Pertashop itu sekaligus untuk menggerakkan ekonomi desa yang menjadi tempat operasional Pertashop. Menurut dia, lokasi Pertashop pun sudah sangat tepat sebagai pangkalan elpiji 3 kilogram.

Ia mengaku Pertashop telah mendapatkan rekomendasi untuk dapat menjual Bright Gas tabung 5 kg maupun 12 kg. Hanya saja, menurut dia, penjualan Bright Gas kurang laku. “Itu tidak laku. Bright Gas itu kan mahal, mohon maaf, hanya kalangan mampu yang beli. Sementara kita (Pertashop) di daerah-derah terpencil,” ujar dia.

Back to top button