News

Forum Gus-Ning Indonesia Lawan Narasi Cap Buruk Bagi Pesantren

Rabu, 21 Sep 2022 – 13:47 WIB

Gus Miftah - inilah.com

Forum Kyai, Nyai, Gus dan Ning Indonesia menggelar musyawarah di Ponpes Ora Aji Sleman, Yogyakarta, Selasa (19/9/2022). (Foto: istimewa)

Kalangan pesantren yang tergabung dalam Forum Kyai, Nyai, Gus, dan Ning Indonesia, harus mewaspadai upaya framing dalam bentuk pemberitaan tentang kekerasan fisik di lingkungan pesantren. Kendati begitu,  pesantren juga harus tetap melakukan evaluasi besar-besaran atas peraturan atau sistem yang memungkinkan terjadinya pelanggaran hukum dan pelanggaran syariat agama.

“Keluarga besar pesantren harus muhasabah total, baik itu kyainya, pengurus, wali santri dan santri, agar tidak terjadi lagi potensi pelanggaran hukum.  Salah satunya dengan membuat komitmen antara pengelola pesantren dengan wali santri sehingga kyai bisa lebih fokus dalam menjaga dan mengawal pesantren untuk menjadi lebih baik,” kata Ketua Forum Kyai, Nyai, Gus dan Ning Indonesia KH Luqman HD Attarmasi dalam keterangannya, Selasa (19/9/2022)

Forum ini menggelar musyawarah di Pondok Pesantren Ora Aji Sleman Yogyakarta, menyikapi berbagai kasus yg belakangan ini muncul, mulai dari kekerasan fisik, kekerasan seksual, perundungan, dan lain lain di area pesantren.

Sementara, pengasuh Ponpes Ora Aji Gus Miftah melihat, forum diskusi seperti ini sangatlah penting mengingat begitu banyak isu-isu yang terjadi di pesantren. Forum diskusi ini sekaligus menjadi ajang muhasabah para pengasuh pesantren agar ke depan pesantren bisa lebih baik lagi.

“Kyai dan Gus itu kan manusia biasa yang tidak ma’shoem dan berpotensi melakukan salah, khilaf dan dosa, bagi saya juga nggak ada salahnya Kyai minta maaf bila ada salah, minta maaf kan mulia dan terhormat,” kata Gus Miftah.

Bangun Jaringan Hukum

Menurut Luqman, kalangan pesantren harus membangun jaringan dengan semua pihak termasuk dengan aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, peradilan) untuk menyelesaikan potensi pelanggaran hukum jika terjadi di lingkungan pesantren sekaligus mengantisipasi terjadinya pelanggaran hukum di pesantren.

“Pesantren perlu membuat lembaga bantuan hukum atau menyediakan para legal (ahli hukum) yang mem-backup dan mengantisipasi terjadinya potensi-potensi pelanggaran hukum di kalangan pesantren,” ujar Luqman.

Karena pesantren bukan pabrik yang akan melahirkan produk yang sama, maka diperlukan kebijaksanaan oleh para pengasuh dan pengelola dalam mengatasi berbagai problem yang muncul. Salah satu wujud kebijaksanaan itu adalah dengan terus memohon pertolongan Allah dengan mujahadah, istighosah tirakat, doa doa, dan muhasabah dari para pengelola sehingga santri-santri lebih mudah diarahkan dan dibimbing untuk menjadi anak yang sholeh-sholehah.

Musyawarah ini juga menyepakati untuk tetap menegakkan disipilin di pesantren dengan penuh rasa tanggungjawab. Segala bentuk takziran (hukuman) berbentuk takzir fisik harus diganti dengan takziran menjerakan, yang mempunyai nilai tarbiyah seperti menghafal surat surat pendek dan bait bait.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button