News

YLBHI: Harusnya KPK Pimpin Operasi Bongkar Megaskandal Rp349 Triliun

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan, seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memimpin operasi untuk membongkar megaskandal dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp349 miliar di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Sebab, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) selalu melaporkan transaksi keuangan mencurigakan secara berkala kepada penegak hukum, termasuk lembaga antirasuah itu. “Cuma pertanyaannya, KPK-nya berani enggak. KPK-nya mau apa tidak. KPK-nya bersih apa tidak. Itu pertanyaan besar dari kita,” kata Muhammad Isnur, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) kepada Inilah.com di Jakarta, Jumat (24/3/2023).

Mungkin anda suka

Isnur, bahkan tak segan-segan menyatakan, KPK bermasalah karena tidak meneruskan dan memeriksa apa yang sudah menjadi temuan PPATK. “Berarti, KPK mendiamkan. Berarti KPK tidak mau tahu permasalahan itu,” timpal Isnur.

Lebih jauh dia mempertanyakan mengapa KPK yang tidak melakukan penyelidikan atas laporan PPATK terkait megaskandal dugaan korupsi dan TPPU di kementerian yang dipimpin oleh Sri Mulyani Indrawati itu.

“Tim pengawas internal (termasuk Irjen Kemenkeu) biasanya melaporkan ke penegak hukum. Biasanya mereka melaporkan ke KPK, Mabes Polri, dan Kejaksaan,” ungkap dia.

Terkait dengan tindakan hukumnya, Isnur menegaskan, laporan PPATK ini rutin dikirimkan ke KPK, kadang-kadang ke Kejaksaan dan Polri, tergantung permintaan. “Ke KPK itu rutin. Harusnya, KPK menganalisis dengan melakukan penyelidikan di mana kira-kira, dugaan pelanggaran hukumnya, dugaan tindak pidana korupsinya,” ucapnya tandas.

Sebab, menurut dia, pidana TPPU tidak dapat berdiri sendiri. “Dia harus nempel dengan kasus hukum yang lain. Karena itu, KPK seharusnya menjerat para pelaku TPPU ini dengan tindakan korupsi dan TPPU. Untuk TPPU dilakukan dengan pembuktian terbalik,” ungkap Isnur.

Isnur pun heran dan kembali mempertanyakan bagaimana proses pemeriksaan di KPK terkait hasil laporan PPATK. “KPK punya mekanisme penyelidikan. Kok mereka tidak lakukan (pemeriksaan) terhadap dugaan-dugaan ini,” tuturnya.

Padahal, kata dia, dari laporan PPATK, KPK bisa mengungkap perkara korupsi yang lain. “Perkara korupsi yang besar-besaran. Jadi, tangganya dibangun dengan baik dari awal, dari bawah ke atas. Itu satu di KPK, Kepolisian, atau Kejaksaan,” papar Isnur.

Sementara terkait pengawasan internal di Inspektorat Jenderal (Irjen) termasuk Irjen Kemenkeu, seharusnya laporan PPATK itu ditindaklanjuti. “Tujuannya, agar setiap dugaan laporan (transaksi keuangan mencurigakan) dari PPATK langsung ditindaklanjuti, secara etik, kepegawaian, dan secara administrasi, diawasi oleh pengawas internal,” ujarnya.

Dari temuan pengawas internal itu, secara hukum baik tindak pidana korupsi uang maupun TPPU-nya ditindak oleh Kejaksaan, Kepolisian, atau KPK. Masing-masing lembaga itu bisa melakukan pembentukan tim untuk menindaklanjuti dugaan TPPU.

“Kejaksaan bisa melakukan penyidikan. Tapi, KPK punya fungsi trigger mechanism. Punya fungsi sebagai koordinator pengungkapan antikorupsi. Harusnya KPK yang memimpin operasi ini,” tuturnya.

Mekanisme itu, kata dia, sudah ada dan secara hukum sudah berjalan. “Jadi, tidak harus buat tim lagi, Kejaksaan buat tim lagi, KPK saja!” imbuh Isnur.

Dikonfirmasi Inilah.com terkait apa yang dipersoalkan YLBHI itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri berkelit. “Saat ini PPATK melimpahkannya ke Kemenkeu bukan ke KPK. (PPATK) tidak menyerahkan kepada KPK,” ucapnya singkat melalui pesan WahstApp, Jumat (24/3/2023).

Pada Rabu (29/3/2023), Komisi III DPR bakal menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komite TPPU di antaranya Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Back to top button