News

Wiranto Tidak Percaya Big Data Luhut terkait Penundaan Pemilu

Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto mengatakan, dirinya tak percaya dengan big data milik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan ihwal penundaan pemilu. Sebab, DPR dan pemerintah sudah final melakukan pelaksanaan pemilu 2024.

“DPR sendiri dari 9 parpol hanya 3 parpol yang setuju mengubah itu. 6 parpol tidak setuju. Dibawa ke MPR, ditambah DPD, DPD tidak setuju. Jadi mana mungkin terjadi perubahan amandemen UUD 1945 mengenai jabatan presiden 3 periode?,” ucap Wiranto di kantor Wantimpres, Jakarta, Jumat (8/4/2022).

Wiranto pun mengajak untuk berdebat dan menantang Luhut agar memperlihatkan big data yang selama ini digembar-gemborkan.

Tantangan itu untuk menjawab kegaduhan publik yang selama ini ingin tahu big data Luhut Binsar Pandjaitan.

“Ya, sudah ndak mungkin. Kalau ada datanya sini kasih kan ke saya, saya bisa jawab,” kata Wiranto.

Menurut Wiranto, jika Luhut tidak bisa membuktikan big data tersebut ke publik, maka itu akan menjadi perdebatan yang tak akan selesai sampai kapan pun.

“Satu debatable yang tidak akan selesai. Ya, kita bicara rasionalitas,” ujarnya.

Big data tidak transparan

Sebelumnya Pendiri Drone Emprit dan Media Karnels Indonesia, Ismail Fahmi juga meminta publik untuk tidak mudah percaya terhadap pihak yang mengklaim memiliki big data namun enggan transparan.

Ia bicara demikian merespons pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut 110 juta orang di media sosial setuju penundaan Pemilu 2024.

“Ketika ada yang klaim big data, tapi tanpa buka metodologinya, itu jangan langsung percaya. Jadi harus terbuka metodologinya, supaya peneliti lain bisa replikasi ulang klaimnya,” kata Ismail kepada Inilah.com beberapa waktu lalu.

Ismail juga menyatakan bahwa klaim big data Luhut merupakan hal yang mustahil. Pasalnya, dari data yang Ismail himpun, perbincangan mengenai penundaan Pemilu di media sosial Twitter saja tidak sampai 1 juta pengguna.

“Orang bicara tentang topik yang menurut saya elitis, ini high level. Bicara soal pemilu, soal penundaan pemilu itu kan hubungannya dengan konstitusi. Masyarakat umum biasanya tidak tertarik,” ucap dia.

Ismail khawatir klaim seperti itu memanfaatkan ketidaktahuan publik terhadap big data.

Menurut Ismail, seharusnya Luhut terbuka dengan metodologi pengumpulan big data yang menyatakan 110 juta pengguna media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.

“Karena kalau kita bicara big data di media sosial itu gampang direplikasi ulang,” kata Ismail.

Ibnu Naufal

Menulis untuk masa depan untuk aku, kamu dan kita.
Back to top button