News

WHO: Setiap 40 Detik, Satu Orang Mati Akibat Bunuh Diri

Selasa, 20 Sep 2022 – 11:32 WIB

Img 20220919 Wa0046 - inilah.com

Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum (kedua dari kanan) menerima kunjungan Ketua Komisi III DPD RI Hasan Basri (ketiga dari kanan) di Gedung Sate Bandung, Senin 19/9/2022). (Foto: Tim Media Wagub Jabar)

Fenomena bunuh diri semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap 40 detik, satu orang di dunia meninggal akibat bunuh diri. Dari jumlah itu, 77 persen kasus bunuh diri terjadi di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. Sementara Unicef melansir data, 29 persen generasi muda Indonesia sering meresa depresi, dan sebagian dari mereka berfikir untuk bunuh diri.

“Para ahli mengungkapkan, peristiwa bunuh diri berawal dari kejadian traumatik yang memunculkan gangguan mental pada diri seseorang sebagai korban atau saksi dari suatu peristiwa atau kejadian tertentu,” kata Ketua Komisi III DPD RI Hasan Basri saat berkunjung ke Jawa Barat, Senin (19/9/2022).

Mereka diterima Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum. Kunjungan ini terkait dengan  implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa dan mulai mencuatnya isu kesehatan mental kejiwaan pada masyarakat yang dikhawatirkan dapat berujung pada peningkatan angka kematian akibat bunuh diri.

Hasan mengatakan, ancaman tersebut semakin berat dengan adanya data Unicef, bahwa 29 persen generasi muda usia 15-24 tahun di Indonesia menyatakan sering merasa depresi. Selain itu, 6,2 persen pelajar perempuan dan 4 persen pelajar laki-laki yang berusia 13-15 tahun menyatakan sering mempertimbangkan untuk upaya bunuh diri.

Menurut Hasan, data tersebut menjadi lampu kuning bagi pemerintah, maupun masyarakat luas terkait pentingnya menjaga dan merawat kesehatan jiwa. “Penurunan kualitas hidup maupun kualitas kesehatan, penurunan kemampuan merawat diri, ketidaknyamanan, dan kemiskinan juga dapat menjadi penyebab munculnya gangguan mental kejiwaan,” tambahnya.

Ia menyebutkan, dari catatan Komite III DPD RI, hingga saat ini masih terdapat provinsi yang belum memiliki rumah sakit jiwa, yaitu Papua Barat, Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Kalimantan Utara.

Layanan Psikiatri

Hasan juga menyebut, layanan psikiatri belum dapat diberikan di sejumlah rumah sakit umum, termasuk di tingkat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik Provinsi.

Untuk itu, ia mengharapkan ada komitmen dari Pemda Provinsi dalam meningkatan pelayanan di bidang kesehatan jiwa untuk masyarakat yang lebih mudah diakses, minimal di RSUD tingkat Provinsi. “Dari 720 RSUD, baru 318 yang bisa memberikan layanan psikiatri,” kata Hasan.

Masalah SDM untuk tenaga kesehatan jiwa juga masih sangat kurang. Sampai hari ini, satu orang psikiater harus melayani kurang lebih 220 ribu penduduk. Perbandingan ini jauh dari yang direkomendasikan WHO, yaitu satu banding 30 ribu penduduk.

Sementara Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, Jawa Barat sudah memiliki Rumah Sakit Jiwa (RSJ).  Namun yang masih terkendala, yaitu di SDM antara lain karena kurangnya pelatihan terkait penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), hingga seringnya proses promosi dan mutasi tenaga kesehatan jiwa.

“Belum banyak orang yang mampu menangani ODGJ secara keilmuan karena mungkin pelatihannya jarang ataupun belum ada, yang akhirnya terkadang mungkin karena tidak berpengalaman, khawatir salah penyelesaian,” kata Uu.

Pak Uu mengatakan, ada kendala lain dalam pelayanan kesehatan jiwa masyarakat, khususnya terkait ODGJ, yakni belum lengkapnya RSJ di seluruh 27 Kabupaten/Kota, sehingga masyarakat yang di daerahnya tidak ada RSJ terpaksa harus  jauh-jauh membawanya ke RSJ milik Provinsi di Kota Cimahi.

Selain itu, komitmen para kepala daerah juga dinilai masih kurang dalam memperhatikan pelayanan kesehatan jiwa masyarakat, jarang ada rumah sakit yang secara spesifik di tingkat Kabupaten/Kota yang menangani masalah kesehatan jiwa.

“Kalau ada ODGJ selalu dikirim kepada kami (RS milik Provinsi), dan pengirimannya itu oleh masyarakat dianggap ribet dan susah. Oleh karena itu kemudian (ODGJ) dibiarkan di kampungnya, bahkan kadang dipasung,” terang Uu.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button