Hangout

WHO Beri Sinyal Pandemi Berakhir, Saatnya Buka Masker?

Kasus COVID-19 di Tanah Air terus menurun. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengeluarkan kebijakan untuk mengakhiri pandemi. Apakah sudah saatnya Indonesia melepas masker?

WHO telah mengumumkan tanda-tanda berakhirnya pandemi COVID-19 yang harus dipatuhi oleh semua negara di dunia, termasuk Indonesia. WHO juga memaparkan kebijakan berupa enam poin penting di antaranya mengenai vaksinasi, testing dan sequencing, sistem kesehatan, persiapan lonjakan kasus, pencegahan dan pengendalian, serta penyampaian informasi.

Mengenai vaksinasi, menurut kebijakan WHO terbaru ini, pandemi akan segera berakhir jika dalam suatu negara, tingkat vaksinasinya sudah mencapai 100 persen. Termasuk grup prioritas seperti tenaga kesehatan, dan lansia, keduanya diharuskan setidaknya memenuhi persentase 97 persen dalam suatu negara.

Sementara mengenai testing dan sequencing, keduanya masih perlu dilakukan terus menerus. Ini juga menyangkut integrasi surveilans dan penyedia pelayanan testing, termasuk untuk gangguan pernapasan lain seperti influenza. Untuk sistem kesehatan, pelayanan pasien COVID-19 dalam suatu negara juga harus diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan primer. Negara harus siap dengan lonjakan kasus yang sewaktu-waktu terjadi.

Dalam bidang pencegahan dan pengendalian, negara juga harus peduli terhadap tenaga kesehatan dan pasien COVID-19 di fasilitas kesehatan. WHO juga mengatur tentang penyampaikan informasi yang jelas kepada masyarakat terkait perubahan apapun dalam setiap kebijakan COVID-19. Ini ditujukan agar masyarakat mudah menerima dan memahami informasi tersebut.

Juru bicara Kementerian Kesehatan dr Mohammad Syahril menyebut meskipun sudah ada parameter berakhirnya pandemi yang diumumkan WHO, tetapi rendahnya kasus COVID-19 belum terjadi di semua negara. “Walaupun (ada) parameter tadi, belum semuanya sangat rendah, dan tentu harus merata di seluruh dunia, tidak cukup di satu dua negara, sehingga pandemi itu betul-betul akan berakhir,” lanjut dr Syahril.

Selain itu, dr Syahril juga menyebut bahwa masih ada kemungkinan lonjakan kasus COVID-19 pada awal 2023. Hal ini dikarenakan virus COVID-19 yang terus bermutasi. Keberhasilan menghadapi itu semua, disebutkan oleh dr Syahril bergantung pada upaya persiapan yang dilakukan semua pihak.

Peluang Membuka Masker

Apakah keluarnya pengumuman WHO tentang tanda-tanda berakhirnya pandemi ini berarti berpeluang bagi masyarakat untuk kembali membuka masker?

Beberapa negara sudah sejak beberapa bulan lalu mengeluarkan mencabut mandat penggunaan masker. Seperti di Inggris yang sudah berlaku sejak Januari 2022, diikuti Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Denmark, Spanyol, Prancis, Italia dan beberapa negara lainnya. Beberapa negara juga sudah tidak menerapkan tes swab PCR dan antigen kepada pelaku perjalanan dalam dan luar negeri.

Dokter spesialis pulmonologi dan pengobatan pernapasan (paru-paru) Erlina Burhan, mengungkapkan, opsi lepas masker khususnya di ruang terbuka bisa dilakukan salah satunya saat cakupan atau persentase vaksinasi dosis ketiga atau booster sudah tinggi.

“Kalau cakupan vaksinasi booster sudah tinggi dan penularan atau transmisi dari virus di masyarakat sudah menurun dan terkendali, kemungkinan untuk kita buka masker di ruang terbuka itu ada,” ujarnya.

Sementara Ketua Komnas KIPI Hinky Hindra Irawan Satari menyarankan orang-orang saat ini tetap mengenakan masker karena virus corona masih ada. Dia mengingatkan penggunaan masker dapat membantu mengurangi risiko penularan atau transmisi infeksi COVID-19.

Dengan memakai masker, lanjutnya, termasuk kebiasaan baik yang masih harus dipertahankan masyarakat. “Virus masuknya utamanya dari lubang hidung bukan dari yang lain. Jadi yang harus kita lindungi itu lubang hidung. Yang bawa virusnya siapa? Orang. Jadi, gimana supaya yang bawa virus tidak menularkan kepada kita? Tutup hidung kita dengan memakai masker,” kata Hinky.

Masker Masih Perlu?

Masih belum lepas dari ingatan kita, bagaimana masyarakat dari kota hingga pelosok desa ‘dipaksa’ untuk memakai masker guna menekan penyebaran virus COVID-19. Tak cukup dengan memberikan masker gratis, sosialisasi dan imbauan secara masif juga memberikan sanksi berupa hukuman fisik seperti push-up atau lainnya. Tak sedikit orang yang menolak kebijakan itu.

Ketika itu pemerintah, ilmuwan, praktisi kesehatan hingga relawan terus berjuang membuat orang untuk mengubah gaya hidup lebih sehat termasuk menggunakan masker. Dan terbukti dengan jelas bahwa masker mengurangi kematian akibat COVID-19 seiring dengan gerakan tanpa henti melakukan vaksinasi. Masyarakat pun makin menyadari masker sebagai senjata ampuh untuk menangkap pandemi COVID-19 dan penyakit-penyakit lainnya di masa depan.

Kita patut khawatir masyarakat merasa sudah bebas dan mulai menanggalkan kebiasaan yang bagi sebagian orang sudah menjadi gaya hidup sehat. Padahal virus corona akan terus bermutasi dengan berbagai varian baru.

Di Amerika Serikat, seiring hadirnya varian baru virus corona yakni BA.5, pakar penyakit menular Berkeley Public Health John Swartzberg menyarankan orang-orang mengenakan masker baik di dalam maupun luar ruangan karena risiko penularan varian ini sama besarnya.

Pakar epidemiologi di Boston Children’s Hospital Dr Maimuna Majumder mengatakan, ia masih memakai masker di luar ruangan yang sangat ramai. Dia juga sangat merekomendasikan agar orang lain melakukan hal yang sama.

Selain itu, saat ini masih banyak beberapa jenis penyakit terutama yang berhubungan dengan pernapasan yang sangat rentan menyebar. Seperti batuk, pilek, influenza, tuberculosis hingga hepatitis akut yang kini tengah melanda. Pencegahan awal terbaik dari penyebaran penyakit ini adalah menggunakan masker.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button