News

Wamenkumham: Revisi KUHAP Lebih Sulit Dibanding Rancangan KUHP

Wamenkumham Edward OS Hiariej menyebutkan merevisi Kitab Undang Undang Hukum Acara (KUHAP) lebih sulit pembahasannya dibandingkan merancang KUHP yang telah disahkan. Sosok yang akrab disapa Eddy menilai KUHAP menyangkut banyak institusi negara dan bisa berujung pada perebutan kewenangan apabila pembahasannya tidak dilakukan secara cermat. Adapun perubahan KUHAP menjadi inisiatif DPR dengan daftar inventaris masalah (DIM) dari pemerintah.

Eddy mengaku setuju agar KUHAP diaudit terlebih dulu. Namun secara politis, pemerintah melalui Kemenkumham mendukung revisi atau merancang KUHAP menjadi inisiatif DPR. “Kami setuju daftar inventaris masalah sebaiknya dari pemerintah sementara inisiatif dari DPR,” ucap Eddy, dalam kegiatan peluncuran penelitian audit KUHAP: Studi evaluasi terhadap keberlakuan hukum acara pidana Indonesia di Jakarta, Selasa (20/12/2022).

Mungkin anda suka

Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada filosofis hukum acara pidana bukan untuk memproses tersangka melainkan mencegah aparat penegak hukum bertindak sewenang-wenang. “Itu yang harus kita pahami bersama, dan itu yang tidak saya lihat di dalam KUHAP,” jelas dia.

Dia menilai ada tiga aspek yang menjadi persoalan utama dalam pembahasan perubahan KUHAP nantinya yakni terkait upaya paksa, pembuktian dan pemberian porsi besar kepada advokat sebagai bagian dari sistem peradilan pidana (integrated criminal justice system). Selain hakim, jaksa, polisi, dan advokat, Eddy turut memandang pentingnya keterlibatan aparatur pemasyarakatan juga harus diperhitungkan dalam KUHAP.

Keberadaan pemasyarakatan, ujarnya, sentral dalam menentukan apakah seorang narapidana bisa diterima atau tidak di tengah masyarakat. Sementara sistem peradilan pidana harus dilihat dari proses awal hingga berakhir di pemasyarakatan, mulai peran polisi sebagai penjaga garda depan sistem peradilan pidana, berujung dengan eksekusi pengadilan, hingga bermuara pada lembaga pemasyarakatan.

Dia berharap adanya penelitian secara objektif terhadap peran polisi dan kejaksaan dalam penegakan hukum untuk mengaudit KUHAP. Terkait jaksa, selaku pengendali perkara pidana (dominus litis) karena memegang kuasa penuntutan, perlu ditegaskan penuntutan yang dilakukan jaksa bukan suatu kewajiban, melainkan sebuah kewenangan. Audit ini penting dilakukan mengingat polisi dan jaksa di Indonesia berbeda dengan negara-negara lain.

Meskipun jaksa pemilik perkara pidana, kata dia, yang tidak boleh dilupakan ialah Indonesia memiliki karakteristik tersendiri. “Ada asas diferensiasi fungsional bahwa masing-masing aparat penegak hukum mempunyai tugas sendiri-sendiri,” ujarnya.

Back to top button