News

Upaya Jegal Anies Melalui PKS dan Sulitnya Menyepakati Cawapres

Upaya untuk membentuk Koalisi Perubahan yang tengah dibangun Partai NasDem, Demokrat, dan PKS bukan urusan yang mudah. Untuk mencapai deklarasi koalisi yang ditargetkan sebelum Ramadan bulan depan, harus melalui jalan penuh liku. Selain deal-deal politik di antara ketiga partai, gempuran dari faktor eksternal juga menjadi penyebab tidak mulusnya jalan pembentukan Koalisi Perubahan.

Bahkan diakui PKS misalnya, yaitu adanya upaya menjegal terbentuknya Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden 2024. Isu yang selama ini santer terdengar itu diakui Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Alhabsyi melalui tawaran jabatan menteri kepada PKS.

Namun bagi Aboe Bakar, hal itu sebagai sesuatu wajar kalau saling menarik lantaran semua ingin membuat kekuatan maksimum. Aboe Bakar yang tak menyebutkan siapa yang menawari kursi menteri hanya menekankan bahwa PKS tak tergoda tawaran itu.

Ia cuma menyebut pada prinsipnya PKS tetap berkomitmen berada di luar Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Buat kami apa adanya saja sudah,” ucap Aboe Bakar usai bertemu sejumlah petinggi Partai NasDem di NasDem Tower, Jakarta, Jumat (3/2/2023). “Pokoknya kita tetap punya garis sikap seperti yang sudah diputuskan dalam internal PKS.”

Saat ini, ketiga partai itu tengah berkejaran dengan waktu untuk membentuk poros agar bisa segera mendeklarasikan secara resmi Koalisi Perubahan. Diungkapkan Wasekjen Partai NasDem Hermawi Taslim di Jakarta, Sabtu (4/2/2023), tim kecil ketiga partai masih merampungkan hal-hal teknis termasuk pembentukan pusat kendali dan komando bersama, sehingga belum bisa memastikan waktu pendeklarasian Koalisi Perubahan ini.

Bagi NasDem, yang jelas deklarasi Koalisi Perubahan diusahakan di bulan Februari ini atau selambat-lambatnya sebelum memasuki bulan puasa pada Maret mendatang.

Partai Demokrat sendiri telah memberi sinyal perlunya segera membentuk Sekretaris Bersama (Sekber) Koalisi Perubahan. Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan menyebut pembentukan Sekber ini dilakukan setelah deklarasi Koalisi Perubahan dari tiga partai.

Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati berpendapat Koalisi Perubahan yang tengah disusun NasDem, Demokrat, dan PKS sebaiknya memang segera dideklarasikan bersama untuk kemudian segera membentuk Sekber Koalisi Perubahan.

“Idealnya memang perlu segera dideklarasikan supaya komitmen pencapresan itu mengikat ketiga parpol itu,” kata Wasisto dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (5/2/2023).

Wasisto mengamati faktor negosiasi selama ini menjadi penyebab belum bisa dideklarasikannya Koalisi Perubahan dari ketiga partai itu, termasuk negosisasi soal penetapan bakal calon wakil presiden (Bawacapres) pendamping Anies Baswedan.

“Sebenarnya yang bikin sulit adalah negosiasi alot baik dari internal maupun eksternal,” ungkap Wasisto yang menuntaskan program S2, Master of Political Science di The Australian National University, (ANU), Canberra ini.

Adapun menyangkut bakal cawapres pendamping Anies apakah lebih baik dari internal partai di Koalisi Perubahan atau sebaiknya malah dari eksternal, menurut Wasisto  tergantung dari formulasi pasangan calon yang mau diusung. “Apakah Jawa-luar Jawa, sipil-militer, atau religius-nasionalis,” ungkap Wasisto menerangkan.

Serupa dengan Wasisto, Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana mencermati persoalan untuk memilih bakal calon wakil presiden pendamping Anies memang bukan sesuatu yang mudah. Hal itu tercermin ketika Partai Demokrat dan PKS baru beberapa hari lalu menyatakan secara resmi mengusung Anies sebagai bakal Capres 2024, setelah sebelumnya Partai NasDem sudah sejak awal Oktober 2022 lalu mendeklarasikan Anies sebagai capres.

Aditya meyakini setelah Partai NasDem, Demokrat, dan PKS berhasil bersepakat mengusung Anies sebagai capres maka proses selanjutnya yang juga sulit untuk disepakati, yakni memutuskan siapa cawapresnya. “Menentukan capres dalam koalisi ini saja tidak mudah dalam bersepakat, apalagi cawapres,” kata mantan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik FISIP UI ini pada Jumat lalu (3/2/2023).

Tiga partai ini, menurut pandangan Aditya, akan melalui dinamika berikutnya yang tak gampang, yaitu penentuan cawapres yang berasal dari internal koalisi atau di luar itu. “Dan itu saya yakin tidak mudah.”

Pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Tb. Massa Djafar menilai PKS sebagai partai politik terakhir yang menyatakan dukungan  resmi kepada Anies setelah Partai NasDem dan Demokat, menunjukkan konsistensi PKS dalam mengusung Anies sebagai Capres 2024, meskipun godaan terhadap PKS luar biasa besar dari kelompok oligarki yang ingin menjegal pembentukan Koalisi Perubahan  yang mengusung Anies.

Kini Anies bersama tiga partai pengusungnya dihadapkan pada persoalan yang juga tidak mudah untuk mencapai kesepakatan siapa sosok cawapresnya. Figur pendamping Anies, menurut Tb. Massa Djafar adalah seorang yang memiliki jejak rekam yang bersih dari korupsi, mempunyai pengalaman, berkompeten, nasionalis sejati, dan memilik basis dukungan rakyat.

Ada baiknya juga, kata dia, kekuatan nasionalis religius berkoalisi dengan nasionalis Sukarnois sebagai upaya memperkuat kedaulatan rakyat, berbasis konstitusi serta konsolidasi kekuatan nasional dalam rangka mengembalikan kepemimpin Indonesia dalam konstelasi politik global. “Memperkuat posisi Indonesia di mata dunia, ketimbang menjadi boneka oligarki dan  kepentingan ekonomi politik negara asing,” ujar Tb. Massa Djafar menambahkan, baru-baru ini.

Partai NasDem, Demokrat, dan PKS sendiri sebelumnya telah menyerahkan kepada Anies Baswedan untuk memilih sosok cawapres pendampingnya yang pas sesuai kriteria yang sudah ditetapkan. Namun, tentunya dalam menentukan cawapres tidak terlepas dari kepentingan ketiga partai pengusungnya. Lalu, siapa sosok bakal cawapres yang akan diputuskan nanti dan bagaimana agar tidak terjadi ‘deadlock’ untuk menyepakati nama cawapres?

Back to top button