News

Umar bin Abdul Aziz; Khalifah Penegak Keadilan yang Hanya Mewariskan 17 Dinar

Ketika Umar wafat dia memang hanya meninggalkan uang 17 dinar. Itu pun, dengan wasiat agar sebagiannya dibayarkan untuk sewa rumah tempatnya meninggal, dan sebagian lagi untuk membeli tanah tempatnya dimakamkan. Ia wafat pada usia 36 tahun di Darus Siman, dekat Hims. Beliau pernah menolak sekeranjang apel sebagai hadiah. Kata Khalifah: “Tidak disangsikan lagi, hadiah itu memang untuk Nabi. Tapi kalau diberikan kepadaku, itu penyuapan.”

“Setelah Yesus, kalau ada orang lain yang mampu menghidupkan kembali orang mati, dia itulah orangnya.” Demikian komentar Raja Bizantium (Romawi Timur) ketika menerima kabar wafatnya Khalifah Umar Ibn Abdil Aziz pada tahun 719 M.

Katanya, dia tidak terlalu heran melihat pertapa, yang meninggalkan kesenangan duniawi agar hanya dapat menyembahTuhan. “Tapi saya sungguh kagum menyaksikan seorang pemilik kesenangan duniawi, yang tinggal meraih dari telapak kakinya, tapi ia malah menutup matanya rapat-rapat dan hidup di dalam kesalihan.”

Ketika Umar wafat dia memang hanya meninggalkan uang 17 dinar. Itu pun, dengan wasiat agar sebagiannya dibayarkan untuk sewa rumah tempatnya meninggal, dan sebagian lagi untuk membeli tanah tempatnya dimakamkan. Ia wafat pada usia 36 tahun di Darus Siman, dekat Hims.

Umar ibn Abdul Aziz atau yang sering disebut Umar II (Umar I adalah Umar ibn Al-Khattab, buyutnya dari pihak ibu), selain dikenal kesalihannya juga masyhur lantaran hidupnya yang sederhana. Makanannya sebagaimana umumnya yang dimakan rakyat kebanyakan. Ia tidak membangun rumah pribadi, dan hanya membelanjakan dua dirham sehari. Seperti rakyat biasa, ia lebih suka tinggal di tenda kecil. Ia menyerahkan istana untuk ditinggali keluarga Sulaiman ibn Abdul Malik pendahulunya.

Ia juga menolak pengawalan, dengan membubarkan 600 pengawal pribadi Khalifah. Sebelum jadi khalifah, usahanya menghasilkan pendapatan 50.000 dinar per tahun. Tapi segera setelah ia terpilih sebagai khalifah, ia menyuruh harta itu dilelang dan diserahkan ke Baitul Mal. Akibatnya pendapatan pribadinya merosot menjadi 200 dinar setahun.

Umar juga dikenal tidak mau menerima pemberian siapa pun. Suatu hari seseorang menghadiahkan sekeranjang buah apel kepadanya. Khalifah menghargai pemberian itu, tapi menolak menerimanya. Orang itu lalu memberikan contoh Nabi yang mau menerima hadiah.

Kata Khalifah: “Tidak disangsikan lagi, hadiah itu memang untuk Nabi. Tapi kalau diberikan kepadaku, itu penyuapan.”

Ia stop praktik-praktik pemberian hadiah yang mahal-mahal. Ia hentikan honor para pengarang pidato yang memuji-muji keluarga khalifah. Mudah diduga, uang hadiah dan honorarium itu diambil dari kas negara.

Keluarga Kerajaan, yang biasa hidup bermewah-mewah atas biaya rakyat, sudah tentu tidak suka dengan kebijaksanaan Umar. Mereka protes keras atas pengembalian harta yang telah mereka kuasai kepada negara, atau kepada orang-orang yang berhak, yang dulu telah mereka rampas.

Mereka juga protes atas tindakan Umar yang memecat anggota Keluarga Umaiyah yang terbukti tidak becus sebagai aparatur pemerintahan. Mereka juga tidak segan-segan membunuh anggota puak mereka sendiri yang menyetujui kebijaksanaan Umar. Seorang budak Khalifah bahkan mereka sogok untuk meracuni Khalifah. Ketika Umar merasakan pengaruh racun itu, ia buru-buru memanggil budak itu dan menanyainya. Budak itu menjawab, dia menerima bayaran 1.000 dinar untuk melaksanakan operasi itu. Uang itu kemudian diambil Umar dan diserahkannya Baitul Mal. Setelah dibebaskan, budak itu dimintanya menyingkir: jika tidak, akan ada saja orang yang bakal membunuhnya.

Tapi Umar terus berupaya menginsafkan Keluarga Umaiyah yang waktu itu sedang mengalami kemorosotan moral yang hebat dengan pola hidup mereka yang serba “wah”.

Dalam salah satu suratnya yang dialamatkan kepada Gubernur Kufah, Umar mendesak para gubernur agar menghapuskan semua peraturan yang tidak adil. Ia menulis: “Anda harus mengetahui, agama dapat terpelihara baik bila terdapat keadilan dan kebajikan. Jangan anggap remeh segala dosa, jangan coba mengurangi apa yang menjadi hak rakyat, jangan paksakan rakyat melakukan sesuatu di luar batas kemampuan mereka. Ambillah dari mereka apa yang mereka dapat berikan. Lakukanlah apa saja untuk memperbaiki kehidupan dan kesejahteraan rakyat dengan lemah lembut tanpa kekerasan. Jangan menerima hadiah pada hari-hari besar…..”

Dengan begitu, Umar ingin menegakkan, yang kita sebut sekarang dengan clean government and good governance.

Di lain waktu, Umar tampak kaget ketika menerima kabar bahwa salah satu putranya membeli permata yang mahal sekali. Ia pun segera menulis surat. “Aku dengar kamu membeli sebutir permata seharga 1.000 dirham. Jika surat ini sampai, juallah cincin itu dan berilah makan 1.000 orang miskin. Lalu buat cincin seharga dua dirham dari besi Cina, lalu tulis di situ:  “Allah mengasihi orang yang tahu harga dirinya yang sebenarnya.” [  ]

Sumber  : “Menimba Kearifan: Risalah Tasawuf Kontemporer”—A Suryana Sudrajat.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button