News

Tugas Berat Pemerintahan Prabowo: Janji yang Dibuat Sendiri hingga Lanjutkan PR Jokowi


Pakar komunikasi politik UGM sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) Nyarwi Ahmad menyatakan selain ‘warisan’ berbagai persoalan dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kepemimpinan Prabowo-Gibran pada pemerintahan mendatang juga akan menghadapi banyak pekerjaan rumah (PR).

“Saya kira beban berat banyak ya, pertama beban berat itu adalah janji yang dibuat sendiri, misalnya (program) makan siang gratis, anggarannya dari mana kan gitu,” kata Nyarwi kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Senin (6/5/2024).

“Menyelesaikan IKN, sumber dananya dari mana kan gitu toh, harus cari investor. Banyak sekali (PR-nya) termasuk misalnya warisan utang Jokowi yang juga besar, kan juga beban,” sambungnya.

Belum lagi, lanjut Nyarwi, misalnya terkait masalah perkembangan geopolitik global saat ini, sehingga banyak beban yang harus ditanggung, mengingat tantangan yang dihadapi juga berbeda.

“Tidak hanya dari warisan pemerintahan masa lalu, dari agenda-agenda yang belum selesai, tetapi juga dari janji-janjinya (presiden terpilih) dalam kampanye pilpres,” ujarnya.

Belum lagi, tambah Nyarwi, tantangan-tantangan yang mendadak muncul karena perkembangan politik dalam negeri maupun politik internasional.

Secara terpisah, pengamat hukum Herdiansyah Hamzah atau yang akrab disapa Castro menilai banyak PR Jokowi menyangkut masalah penegakan hukum yang tidak pernah serius diselesaikan hingga menjelang berakhirnya masa jabatan.

“Dan (hal) itu akan diwariskan ke Prabowo nanti. PR ini terutama soal reformasi di bidang hukum. Mulai dari revisi UU KPK, mengembalikan independensi MK, pembenahan integrtitas APH (Aparat Penegak Hukum),” ujar Castro.

“(Kemudian) penanganan konflik agraria dan SDA, sistem minutasi perkara peradilan, hingga PR soal pengesahan RUU perampasan aset,” lanjut dia.

Selain itu, mengenai perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), ia menilai Prabowo tentu akan tersandera dengan dosa masa lalu.

“Jadi kemungkinan bisa jauh lebih efektif (kalau menyelesaikan persoalan HAM) untuk memperbaiki citra, bisa juga sebaliknya,” ujarnya.

Back to top button