Market

Tren Lingkungan, Ketua Kadin Sebut Peluang Emas Industri Hijau

Pembangunan industri hijau digalakkan sebagai upaya efisiensi dan efektivitas sumber daya berkelanjutan. Termasuk pemanfaatan sampah plastik, selaras dengan upaya menjaga lingkungan.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid mengatakan, dalam tiga tahun terakhir, investasi hijau secara global meningkat lebih dari 67 persen. Di Asia sendiri, aktivitas investasi dalam era digital telah meningkat dua kali lipat selama satu dekade terakhir. Bahkan, market size industri di Asia diperkirakan mencapai US$5 triliun pada 2023.

“Artinya, investor dan stakeholder industri melihat peluang industri hijau di masa depan menjanjikan. Tentunya jika didukung dengan kemajuan teknologi, pembiayaan, dan kebijakan regulasi, industri hijau akan semakin menarik dan kompetitif,” kata Arsjad, Jakarta, Rabu (19/10/2022).

Terkait perkembangan industri hijau, PT Greenhope di Desa Bitung Jaya, Cikupa, Tangerang, Banten sejak lama mengembangkan teknologi plastik hijau, yang baru sama meresmikan Green Industry Gathering, Senin lalu (17/10/2022). Teknologi plastik hijau merupakan solusi pengurangan sampah plastik yang kini sudah menjadi isu global.

Greenhope menciptakan teknologi yang tepat dan dapat beradaptasi untuk mengatasi masalah sampah plastik di berbagai negara dan kondisi. Pencapaian ini merupakan langkah besar yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan planet bumi.

Terlebih dengan adanya krisis iklim yang mendesak umat manusia untuk berevolusi dengan lingkungan. Karenanya industri hijau yang berkelanjutan telah menjadi trend global, karena tak hanya menjadi peluang bisnis, tapi juga membangun peradaban baru dunia.

Masih kata Arsjad, tren industri hijau meningkat dengan banyaknya startup hijau. Namun, membangun industri hijau tidak mudah karena banyak tantangan. Salah satunya pembiayaan industri hijau yang mahal. “Contohnya energi baru dan terbarukan, itu kan tidak mudah. Infrastruktur yang kurang mendukung, misalnya kurangnya stasiun untuk pengisian listrik umum. Kalau infrastrukturnya masih kurang, ini membuat masyarakat enggan bermigrasi dari kendaraan BBM ke listrik,” papar Arsjad.

Menurutnya, Kadin sebagai rumah bagi pelaku usaha industri, berkomitmen untuk mengeksplorasi industri hijau di Indonesia dengan berbagai tantangannya. Pertama, mendorong sektor industri hijau melalui jaringan di dalam dan luar negeri melalui perjanjian bilateral. Kedua, mendorong kemitraan publik dan swasta untuk mengembangkan industri hijau.

Ketiga, menjadi mitra pemerintah dalam memberikan masukan terkait stimulus untuk mendorong inisiatif pelaku industri hijau di Indonesia. Kemudian menggerakan dan memperkuat jejaring perusahaan di Indonesia untuk segera bertransisi ke energi hijau melalui program-program berkelanjutan.

Sementara, Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, upaya menjaga kebersihan acapkali diabaikan sebagian besar orang karena merasa tak memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan. “Kebersihan adalah tanggung jawab kita bersama, biasanya tidak sukses, karena tidak ada yang merasa bertanggung jawab. Tetapi kalau diganti, kebersihan adalah tanggung jawab bagian kebersihan, dia akan bebersih,” ujar Dahlan.

“Nah, kalau ancaman plastik selama ini hanya menyangkut “what it mean to us” , apa artinya bagi kita, itu tidak mengena. Orang berubah dari “what it mean to us” menjadi “what it mean to me”. Kalau sudah diubah, biasanya mendapat concern yang lebih tinggi. Dan ini momentumnya dapat, karena plastik tidak lagi mengancam “kita” tapi mengancam “saya”,” paparnya.

Tommy Tjiptadjaja selaku Co-Founder & CEO Greenhope mengaku tertarik membangun pabrik plastik berbahan singkong, yang harganya lebih mahal. Dan, sulit bersaing secara komersial. “Karena di sini banyak yang dari kalangan industri sejenis, maka ini bukan lagi kepentingan Pak Tommy sendiri, tetapi sudah kepentingan industri, jadi harus bergerak bersama-sama,” jelasnya.

Dengan adanya inovasi yang dikembangkan Greenhope, Dahlan meyakini dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang dilakukan pabrik kertas selama bertahun-tahun. Bahkan, kata dia, sejumlah pabrik kertas kini juga mulai memikirkan untuk mengganti ke inovasi terbaru yang ramah lingkungan.

“Maka inilah yang disebut kepentingan industri. Berarti tidak perlu lagi bersaing antar industri sejenis karena nanti malah gagal. Tetapi bagaimana berjuang bersama-sama menyatukan kepentingan industri ini.

Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Poernama atau Ahok menyampaikan apresiasi atas semangat dan kerja keras para pelaku industri hijau yang berkomitmen menjaga kelangsungan lingkungan.

Dia menyinggung konsep Net Zero Emission (NZE), di mana emisi karbon sepenuhnya diserap bumi melalui berbagai kegiatan manusia dan bantuan teknologi, sehingga tidak menimbulkan pemanasan global. Upaya ini sedang banyak digaungkan di berbagai negara sebagai puncak harapan masa depan.

Menurutnya, konsep tersebut menjadi keunggulan kooperatif bagi perekonomian Indonesia yang kabarnya memiliki fasilitas penyimpanan karbon seperti Malaysia.

“Data yang terakhir, saya dengar fasilitas penyimpanan, nama kerennya tuh kira-kira begini carbon capture utility storage itu ada di Indonesia 32 persennya ada di Malaysia, dan itu ada di mana di Selat Sunda paling besar selain di Kalimantan Timur,” ungkap Ahok.

Mantan Kepala BNPB, Doni Monardo menyampaikan apresiasi atas partisipasi Greenhope dalam program Citarum Harum yang berjalan sukses dengan menggunakan kantong bibit singkong. Jutaan bibit kopi dan tanaman hijau yang ditanam di kawasan hulu Citarum, juga telah menunjukkan progres yang cukup baik. Salah satunya menghasilkan biji kopi premium yang tidak terdapat kandungan plastik.

“Alhamdulilah kopi yang ditanam, hari ini sudah panen, dan dibeli oleh perusahaan PT Kapal Api. Dan sekarang informasinya sudah masuk di pasar Eropa, khususnya Italia. Artinya, bahwa kualitas kopi ini premium, tidak ada kandungan plastik di dalam biji kopinya,” jelas Doni.

Ia juga mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar mau memiliki perubahan perilaku demi keberlangsungan limgkungan. Tanpa adanya kesadaran kolektif untuk memperbaiki lingkungan, maka Indonesia Emas 2045 akan sulit terwujud dan hanya menyisakan Indonesia cemas.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button