Hangout

Tren COVID-19 Makin Sulit Diprediksi di 2023

Angka kasus COVID-19 berangsur menyusut. Bahkan Indonesia sudah mencabut status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Namun, kewaspadaan tak boleh kendur, apalagi China tengah mengalami lonjakan dahsyat kasus COVID-19. Pakar mengingatkan tren COVID-19 di 2023 makin sulit diprediksi.

Presiden Joko Widodo memutuskan menghentikan PPKM mulai Jumat (30/12/2022). Jokowi beralasan, situasi pandemi COVID-19 di Indonesia sudah melandai, berkaca dari kasus harian COVID-19 pada 27 Desember 2022 yang hanya 1,7 kasus per 1 juta penduduk.

Ia menyebutkan, positivity rate mingguan juga sudah berada di angka 3,3 persen, kemudian bed occupancy rate 4,79 persen, serta angka kematian 2,39 persen.

“Lewat pertimbangan-pertimbangan yang berdasarkan angka-angka yang ada maka pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM,” kata Jokowi.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pencabutan pembatasan kegiatan dan partisipasi masyarakat merupakan strategi transisi dari pandemi ke endemi COVID-19. Hal ini menandai intervensi Pemerintah terhadap pembatasan kegiatan yang sebelumnya diatur dalam kebijakan PPKM dikurangi.

“Setiap individu juga mulai menilai diri sendiri, dalam situasi apa dia memakai masker. Apabila di ruang tertutup, Pemerintah menganjurkan untuk tetap memakai masker. Sementara di ruang terbuka, apabila merasa sehat, bisa saja tidak memakai masker,” katanya.

Seperti juga Indonesia, sudah banyak negara yang membuka kembali belenggu COVID-19. Sudah tidak mensyaratkan penggunaan masker, screening di bandara bagi pelancong hingga kebebasan berkumpul. Namun jelang akhir 2022, kasus COVID-19 kembali melonjak di China setelah negara itu melonggarkan pembatasan.

Pekan lalu sejumlah media asing seperti CNN, Financial Times, dan Bloomberg menuliskan selama 20 hari pertama Desember 2022 setidaknya 250 juta penduduk China diduga terpapar COVID-19. Namun, jumlah itu berbanding terbalik dengan laporan resmi pemerintah China.

Komisi Kesehatan Nasional (NHC) melaporkan sepanjang Desember 2022 hanya 62.592 kasus dan delapan kematian terkait virus corona di China. Banyak pihak yang meragukan data resmi pemerintah mengingat rumah sakit sempat kewalahan dan berjejer jenazah diduga terinfeksi COVID-19 di krematorium.

Lonjakan kasus COVID-19 di China ini membuat banyak negara mulai waspada. Sekitar belasan negara memperketat aturan kedatangan bagi pelancong dari China bahkan ada yang melarangnya, akibat lonjakan COVID-19 di ‘Negeri Panda’ itu. Aturan-aturan dari negara-negara ini juga berbeda-beda, seperti durasi tes COVID hingga kebijakan karantina.

Bagaimana prediksi COVID-19?

Memasuki 2023, banyak yang bertanya, bagaimana kelanjutan pandemi ini? Pertanyaan ini dalam beberapa hal akan sulit untuk dijawab, mengingat sejumlah hal yang tidak diketahui.

Jika pada awal pandemi di 2020, komunitas ilmiah dapat fokus menentukan parameter kunci yang dapat digunakan untuk membuat proyeksi tingkat keparahan dan penyebaran virus. Sementara sekarang di 2023, interaksi varian COVID-19 kian kompleks, vaksinasi, dan kekebalan alami membuat proses itu jauh lebih sulit sehingga akan sukar melakukan prediksi.

Situasi menyusutnya kasus COVID-19 di banyak negara tidak berarti ada ruang untuk berpuas diri. Menurut Duncan Robertson, pengajar senior Ilmu Manajemen di Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Loughborough, proporsi orang yang diperkirakan terinfeksi bervariasi dari waktu ke waktu, tetapi angka ini tidak turun di bawah 1,25 persen (atau satu dari 80 orang) di Inggris sepanjang tahun 2022.

Sementara itu, jumlah orang yang melaporkan gejala long COVID-19 di Inggris sekitar 3,4 persen, atau satu dari 30 orang. Sedangkan risiko kumulatif tertular long COVID tumbuh semakin sering orang terinfeksi ulang dengan COVID-19. “COVID-19 masih bersama kita, dan orang-orang terinfeksi berkali-kali,” kata Duncan Robertson, mengutip The Conversation, Selasa (3/1/2023).

Ia memaparkan, pada awal-awal pandemi, model sederhana dapat digunakan untuk memproyeksikan jumlah kasus COVID-19 dan kemungkinan pengaruhnya terhadap populasi, termasuk tuntutan akan layanan kesehatan. Relatif sedikit variabel yang diperlukan untuk menghasilkan proyeksi ketika itu. Hal ini mengingat hanya ada satu varian utama COVID-19, jenis asli, yang rentan terhadap semua orang di dunia. Tapi sekarang, asumsi sederhana itu tidak berlaku lagi.

“Sebagian besar populasi dunia diperkirakan memiliki COVID-19. Selain itu ada perbedaan yang signifikan antara tingkat perlindungan individu dalam hal vaksin, dan berapa banyak dosis yang telah diterima orang di seluruh dunia. Secara total, 13 miliar dosis vaksin telah diberikan di seluruh dunia tetapi tidak merata,” katanya.

Berkurangnya pengawasan juga membuat penanganan menjadi lebih sulit. Selama puncak tanggap darurat COVID-19, pengawasan menjadi prioritas, termasuk orang dengan virus, dan pemantauan varian. Pengawasan yang ketat memungkinkan varian baru seperti Omicron diidentifikasi lebih awal dan bisa disiapkan respons lebih cepat. Tapi sekarang semua menjadi lebih sulit.

Pandemi belum berakhir

Bagaimana arah pandemi ke depan? Tahapan pandemi selanjutnya akan dipengaruhi oleh perilaku masyarakat. Misalnya, seberapa banyak masyarakat sadar terhadap penghindaran penularan infeksi seperti mengurangi kontak sosial atau menggunakan masker dan rajin membersihkan diri.

Belum ada kepastian apakah akan muncul varian baru yang berpengaruh seperti Delta atau Omicron. Namun bisa saja itu terjadi, apalagi dengan kondisi lonjakan kasus di China yang bisa melahirkan varian baru. Jika hal ini terjadi, penting menyiapkan rencana untuk merespons yang cepat di tengah berkurangnya perhatian terhadap COVID-19 ini.

Sudah seharusnya pandemi yang berlangsung dua tahun lebih menjadi pelajaran yang berharga bagi semua pihak. Terutama menyangkut bagaimana melakukan pencegahan penyebaran penyakit mulai dari menggunakan masker, menjaga kebersihan, pentingnya vaksinasi hingga kesiapsiagaan sarana prasarana kesehatan merespons perkembangan penyakit.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button