Market

Transisi Ekonomi Berbasis EBT, Negara Harus Rogoh Kocek Rp4.242 Triliun

Indonesia membutuhkan biaya setidaknya sebesar 25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp4.000 triliun lebih untuk transisi ke ekonomi berbasis energi baru dan terbarukan (EBT). Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

“Ini untuk membiaya komitmen kita dalam pengurangan emisi karbon pada tahun 2030,” ungkap Menko Airlangga dalam Indonesian Financial Group (IFG) International Conference 2022 di Jakarta, Senin (30/5/2022).

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Perekonomian Indonesia 2021 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp16.970,8 triliun. Nilai rupiah dari 25 persen PDB adalah Rp4.242,7 triliun.

Berdasarkan Perjanjian Paris, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon yang signifikan pada tahun 2030 dan emisi nol karbon bersih pada tahun 2060.

Bagi Indonesia, Airlangga menjelaskan komitmen emisi nol karbon bersih pada tahun 2060 merupakan fokus utama lantaran Indonesia termasuk dalam 10 besar negara dengan emisi karbon terbesar atau menyumbang sekitar dua persen dari total emisi global pada tahun 2020.

Selain itu, 60 persen industri energi di Tanah Air masih berbasis pada sumber tak terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga batu bara.

Dengan demikian, ekosistem lingkungan rendah emisi karbon kini terus berkembang di Tanah Air maupun dunia dan menjadi landasan bagi aspirasi Indonesia untuk menjadi negara industri tangguh pada tahun 2035.

“Dalam hal ini, PDB per kapita Indonesia diproyeksikan akan mencapai sekitar US$15.000 hingga US$20.000,” ucap dia.

Untuk menjadi negara industri tangguh, ia menuturkan kapasitas pembiayaan yang substansial sangat diperlukan sehingga peran pembiayaan luar negeri menjadi penting, khususnya pada masa transisi.

Selain itu, sumber dana domestik substansial juga diperlukan untuk pembiayaan berkelanjutan. [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button