Arena

Timnas Eropa Ketiban Sial Lawan Cuaca Ekstrem di Qatar

Minggu, 20 Nov 2022 – 12:00 WIB

Cuaca Panas Qatar

Pemain Timnas Inggris kewalahan cuaca panas Qatar (Foto: AFP)

Piala Dunia Qatar 2022 bakal berlangsung dengan cuaca panas mencapai 30 derajat celsius dan kelembapan 60 persen. Suhu ekstrem itu bisa berdampak terhadap penurunan performa tim. Dengan minimnya waktu aklimatisasi, tim-tim Eropa yang tidak terbiasa dengan kondisi itu menjadi paling dirugikan.

Timnas Inggris menjadi salah satu yang kesulitan beradaptasi dalam persiapan jelang laga pembuka Grup B, Senin (21/12/2022), di Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar. Harry Kane dan rekan-rekan harus berlatih siang bolong di lapangan Al-Wakrah Sports Club dengan suhu 33 derajat celsius.

Setiap jeda latihan, para pemain langsung berlari ke pinggir lapangan. Dengan ekspresi kepayahan, mereka menenggak minuman sambil berebut posisi di depan kipas pendingin raksasa. Pemain belia, seperti Jude Bellingham (19), terlihat begitu kesulitan menghadapi cuaca padang pasir itu.

55fa5b3d3fa77b41 - inilah.com
Timnas Inggris berebut kipas pendingin saat latihan (Foto: Sportsbrief)

”Itu sangat berat. Sesi yang panjang bagi kami. Namun, kami butuh itu untuk membiasakan diri memahami situasi di sini. Kami harus cepat beradaptasi agar tidak terlalu khawatir dengan cuaca. Dengar, kami tidak terlalu banyak terpapar sinar matahari di rumah (Inggris). Jadi, mari nikmati pengalaman ini,” kata bek Inggris Conor Coady kepada The Guardian.

Wajar tim asuhan Pelatih Gareth Southgate kewalahan di Qatar. Suhu rata-rata di London, ibu kota Inggris, adalah 15 derajat celsius pada November ini. Tubuh mereka dipaksa beradaptasi dari cuaca sejuk menjadi panas hanya dalam kurang dari sepekan sebelum laga perdana.

Latihan seperti sauna

Lain lagi dengan Tim Wales yang merasakan hal serupa. Saking panasnya, mereka sampai menunda sesi latihan 2 jam menjadi pukul 16.00 waktu setempat. Penyerang Mark Harris mengibaratkan Qatar seperti ruang sauna. “Kami bahkan sampai berkeringat saat berjalan di sekitar hotel,” ujarnya.

Cuaca ekstrem merupakan salah satu konsentrasi terbesar para peserta saat Qatar mendapat jatah tuah rumah pada 12 tahun lalu. Hal itu yang membuat Piala Dunia akhirnya diselenggarakan pertama kali pada bulan November – Desember, demi menghindari musim panas.

69caad9cef1ee8202b90f38a24802be2 - inilah.com
Timnas Wales

Namun, masalah itu tetap nyata untuk tim-tim Eropa yang terbiasa dengan cuaca sejuk. Adapun para peserta Piala Dunia diperkirakan akan berlaga di suhu sekitar 30 derajat dengan kelembaban 60 persen. Suhu bisa berubah sedikit tergantung waktu bermain, antara siang, sore, atau malam.

Tuan rumah mencoba untuk mengantisipasi dengan pendingin udara di dalam stadion. Namun, menurut ilmuwan olahraga di Universitas New South Wales, Carolyn Broderick, solusi itu tidak akan terlalu berpengaruh. Pendingin udara akan lebih terasa oleh para penonton ketimbang pemain. “Di lapangan akan sedikit lebih sejuk dibandingkan di luar stadion, tetapi perbedannya tidak signifikan,” katanya.

Performa anjlok

Ahli fisiologi olahraga di pusat medis Universitas Radboud, Thijs Eijsvogels, mengatakan cuaca panas berpengaruh signifikan terhadap performa atlet. Dia mempelajari itu ketika mendampingi atlet Belanda yang biasa berada di suhu 16 derajat Celsius ke Olimpiade Tokyo 2020 pada musim panas. “Performanya menurun sekitar 25 persen,” katanya.

Problem itu, menurut Eijsvogels, bisa diatasi dengan aklimatisasi yang baik. Pemain bola Eropa setidaknya membutuhkan waktu 10-14 hari sampai tubuh mereka terbiasa dengan cuaca panas. Masalahnya, para peserta Piala Dunia kali ini tidak memiliki masa aklimatisasi yang cukup. Pemain Inggris saja masih berlaga di liga domestik pada pekan lalu.

Jika tidak terbiasa, suhu tubuh pemain bisa naik drastis saat bermain di cuaca panas. Hal itu berpengaruh terhadap peningkatan detak jantung dan dehidrasi lebih cepat. Pemain pun akan mudah lelah dan kehilangan konsentrasi di lapangan.

Profesor fisiologi manusia dan terapan di Universitas Portsmouth, Tipton, memperkirakan banyak pemain yang akan melakukan blunder di Qatar. Sebab, panas ekstrem tidak hanya berpengaruh terhadap fungsi tubuh, tetapi juga psikologis pemain.

“Ketika orang kepanasan, mereka cenderung membuat keputusan yang buruk. Mereka akan bereaksi lebih cepat dari seharusnya. Untuk mengatasi itu, para manajer mungkin bisa memilih bermain dengan gaya lebih lambat. Pastinya bermain di suhu 20 derajat lebih nyaman dibandingkan 30 derajat,” jelas Tipton.

Para tim peserta bisa bersiasat mengakali cuaca panas itu dengan berbagai cara. Mereka bisa menggunakan handuk basah untuk menurunkan suhu tubuh saat jeda dan minum air dingin. Para pemain juga kemungkinan akan mengonsumsi cairan pencegah dehidrasi.

Di sisi lain, tim asal Amerika Selatan, Timur Tengah, dan Afrika akan lebih menikmati bermain di Qatar. Tim dari negara tropis itu mungkin bisa mengambil keuntungan untuk mencuri gelar juara dunia yang didominasi tim Eropa selama empat edisi terakhir.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button