Market

Tertolong Lebaran, Industri Tekstil Tumbuh 12 Persen

Meski kuartal I-2022, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mampu 12,45 persen, bukan berarti ancaman produk impor sirna.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyatakan, capaian pertumbuhan industri kuartal I-2022, didorong penjualan dalam negeri yang meningkat tajam.

“Dampak momen lebaran dan investasi baru dalam rangka penambahan kapasitas produksi dari hulu sampai hilir.“Para pengusaha kembali berinvestasi menambah kapasitas usai serangkaian kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor,” kata Redma dalam pernyataan resmi APSyFI, dikutip Rabu (1/5/2022).

Namun keadaan berbalik pada kuartal kedua pasca Kementerian Perdagangan kembali membuka keran impor tekstil untuk importir umum (API-U) dengan alasan untuk bahan baku industri kecil menengah.

“Ini alasan yang agak aneh, karena selama tiga kuartal terakhir telah terbukti industri dalam negeri sangat mampu mensuplai bahan baku untuk IKM dan puncaknya di kuartal I-2022 ketika permintaan naik, kami sangat mampu mensuplai bahan baku untuk IKM,” kata Redma.

Pihaknya pun menenggarai ada lobi importir yang berkepentingan dibalik pemberian izin impor ini. “Ya impor sih boleh-boleh saja, tapi jangan hancurkan industri dalam negeri, suplai dalam negeri kan sudah terbukti mencukupi, kenapa harus impor,” ujarnya.

Redma menjelaskan, kebijakan itu menjadi kontra-produktif dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan investasi dan memberikan lapangan pekerjaan untuk masyarakat.

Para pelaku usaha pun sangat mengkhawatirkan kinerja sektor tekstil mulai kuartal II hingga kuartal IV akhir tahun ini. Terlebih, adanya tekanan dari sisi biaya yaitu kenaikan bahan baku, kenaikan tarif listrik dan kenaikan PPN.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, Ian Syarif, mengatakan, sebagian besar barang impor yang beredar di pasar baik grosir maupun online melakukan penjualan tanpa pembayaran PPN sehingga produk dalam negeri kalah saing karena praktik unfair.“Bagaimana bisa kami menaikan harga jual kalau banyak barang impor yang jual tanpa PPN,” katanya. [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button