Hangout

Korban Catcalling? Usut dengan Undang-Undang Pelecehan Verbal Ini

Seorang petugas keamanan KPK diduga melakukan pelecehan seksual verbal kepada sekelompok wartawan yang sedang meliput di gedung antirasuah itu.

Peristiwa ini terjadi ketika Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo selesai diperiksa KPK, Senin (19/6/2023). Puluhan awak media mulai dari media online, cetak, hingga televisi berupaya mewawancarai Syahrul. Kondisi yang penuh membuat wartawan saling berdesakan.

Syahrul akhirnya berhasil menuju mobilnya dibantu ajudan dan petugas KPK yang membukakan jalan yang ditutupi wartawan.

Tiba-tiba seorang petugas keamanan KPK melontarkan celetukan tidak sopan.

“Oh cewek semua, enak e,” ujar pria itu.

Ucapan petugas keamanan itu terdengar sejumlah awak media dan juga terekam video.

Salah satu yang mendengar, jurnalis perempuan Kompas.com dan merasa tidak terima.

Enggak boleh begitu, Bang,” kata wartawati itu dengan marah. Namun, petugas itu membantah melontarkan kalimat tak pantas.

Wartawati itu kemudian menangis dan merasa sangat emosi. Wartawan yang lain menenangkan dan memberi dukungan karena sudah berani bersuara. Cekcok sempat terjadi.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri, meminta maaf dan akan mempertemukan para awak media dengan petugas keamanan KPK yang diduga melakukan pelecehan seksual verbal.

Guyonan mesum sering dianggap wajar sejumlah kalangan. Padahal perbuatan itu masuk dalam kategori pelecehan verbal atau yang kini dikenal dengan istilah catcalling.

Komnas Perempuan selama Januari-November 2022 menerima sedikitnya 3.014 laporan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.

Data ini tidak termasuk pelecehan seksual non-fisik karena sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), kekerasan seksual non-fisik atau verbal tidak dapat dilaporkan oleh korban.

Tahun 2022 merupakan tahun bersejarah bagi bangsa Indonesia, khususnya perempuan karena UU TPKS yang sudah lama dinantikan akhirnya disahkan.

Pasal 4 ayat 1 UU TPKS menyebutkan,  terdapat 9 jenis tindak pidana pelecehan seksual. Salah satunya adalah pelecehan seksual non-fisik.

Sanksi pelecehan verbal atau catcalling diatur dalam Pasal 5 UU TPKS, bunyinya:

“Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).”

Alat bukti untuk memperkuat laporan diatur dalam Pasal 24 UU TPKS yang berbunyi:

(1) “Alat bukti yang sah dalam pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas: alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana; alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana atau sebagai hasil Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/atau benda atau barang yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut”.

(2) “Termasuk alat bukti keterangan saksi yaitu hasil pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban pada tahap penyidikan melalui perekaman elektronik”.

(3) “Termasuk alat bukti surat, yaitu: surat keterangan psikolog klinis dan/atau psikiater/dokter spesialis kedokteran jiwa; rekam medis; hasil pemeriksaan forensik; dan/atau hasil pemeriksaan rekening bank”.

Jadi, Anda yang merasa menjadi korban pelecehan seksual secara verbal kini dapat melapor ke polisi karena sanksi hukumnya cukup berat 9 bulan penjara atau denda Rp10 juta.

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button