Ototekno

Starlink Milik Elon Musk Masuk Indonesia, Seperti Apa Bisnisnya?

Miliuner dunia Elon Musk mulai merambah bisnis di Indonesia. Perusahaan Starlink milik pendiri SpaceX dan Tesla itu resmi masuk dan mendapatkan izin beroperasi di Tanah Air. Pasar gemuk di sektor teknologi Indonesia menjadi incaran pertamanya. Seperti apa bisnis Starlink ini?

Sejak lama pemerintah Indonesia berharap Elon Musk berinvestasi di Tanah Air. Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan beberapa waktu lalu sudah melakukan pertemuan dengan Elon Musk. Bahkan Presiden Joko Widodo sudah bertemu dan ‘merayu’ Musk untuk berinvestasi di Indonesia saat kunjungannya ke AS. Tesla pun disebut punya minat untuk berinvestasi pada ekosistem baterai kendaraan listrik dan mobil listrik di Indonesia.

Ternyata kerja sama lebih cepat dengan Elon Musk terjadi di sektor telekomunikasi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan bahwa PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat) membeli kapasitas dari Starlink, bagian dari SpaceX milik Elon Musk. Ini artinya Telkomsat mendapatkan Hak Labuh Satelit Khusus Non Geostationer (NGSO). Starlink pun akan digunakan untuk keperluan layanan backhaul Telkom Group.

Menurut Permen Kominfo Nomor 21 tahun 2014, Hak Labuh (Landing Right) Satelit adalah hak untuk menggunakan Satelit Asing yang diberikan oleh Menteri kepada Penyelenggara Telekomunikasi atau Lembaga Penyiaran. Sehingga nanti pada praktiknya, satelit Starlink kemungkinan akan disewa oleh Telkomsat untuk memberikan bentuk layanan jaringan internet tertutup ke pelanggan korporat.

Apa itu Starlink?

Ketika membicarakan Elon Musk, kemungkinan besar Anda terbayang perusahaan mobil listriknya Tesla, usaha eksplorasi ruang angkasa SpaceX , atau upayanya untuk mengendalikan Twitter. Mungkin juga Anda lebih hapal tentang kontroversinya di media sosial atau aksinya merokok ganja dengan Joe Rogan.

Sesuatu yang mungkin kurang kita kenal adalah Starlink, sebuah usaha dari Musk yang bertujuan untuk menjual koneksi internet ke hampir semua orang di planet ini melalui jaringan satelit pribadi yang terus berkembang yang mengorbit di atas kepala kita.

Setelah bertahun-tahun mengembangkan SpaceX dan meraih US$885,5 juta dana hibah dari Komisi Komunikasi Federal pada akhir tahun 2020, bisnis Starlink telah mengambil perhatian dari masyarakat dunia. Lewat pesawat SpaceX, satelit Starlink dibawa ke luar angkasa dan disebar di orbit.

Setelah satu tahun dengan lusinan peluncuran yang sukses, proyek Starlink telah menawarkan lebih dari 2.000 satelit fungsional yang sudah mengorbit. Sekarang ia pun menawarkan layanan satelitnya di 32 negara di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Elon Musk pernah membagikan animasi roket ultra-berat bernilai US$216 juta, atau sekitar Rp3,1 triliun, yang dapat memuntahkan banyak satelit Starlink di luar angkasa. Roket Starship akan menjadi kendaraan peluncuran paling kuat di dunia yang pernah dikembangkan, dengan kemampuan membawa lebih dari 100 metrik ton materi ke orbit Bumi. Roket dapat digunakan kembali, dan dirancang untuk membawa awak dan kargo ke Bulan dan Mars di masa depan.

Animasi baru yang dipresentasikan dalam ‘All-Hands Meeting’  pada 5 Juni lalu, sebelum dibagikan di Twitter oleh Musk, menunjukkan SpaceX berencana menggunakan roket Starship untuk menyebarkan Starlink generasi berikut. Animasi menunjukan Starship di orbit Bumi, dengan Starlink ditumpuk di dalam roket. Satelit dimuntahkan melalui celah sempit di sisi roket, saat masih dalam konfigurasi datar terlipat.

Musk baru-baru ini menjelaskan bagaimana satelit generasi berikut, yang disebut Starlink V2.0, akan mengandalkan Starship untuk penyebaran. “Ini satu-satunya yang dapat membawa satelit Starlink Two,” kata Musk dalam episode terbaru ‘Everyday Astronout’.

Satelit Bisa Menghubungkan Rumah

Sama seperti penyedia internet satelit yang ada di dunia seperti HughesNet atau Viasat, Starlink ingin menjual akses internet, terutama kepada orang-orang di daerah pedesaan dan bagian lain dunia yang belum memiliki akses ke broadband berkecepatan tinggi. Starlink menawarkan paket perangkat keras. Perangkat keras Starlink SpaceX mencakup parabola dan router, untuk di rumah yang menerima sinyal dari luar angkasa.

“Starlink sangat cocok untuk area di dunia di mana konektivitas biasanya menjadi tantangan,” tulis situs web Starlink. “Tidak dibatasi oleh infrastruktur darat tradisional, Starlink dapat memberikan internet broadband berkecepatan tinggi ke lokasi di mana akses tidak dapat diandalkan atau sama sekali tidak tersedia.”

Yang perlu Anda lakukan untuk membuat koneksi adalah menyiapkan parabola kecil di rumah untuk menerima sinyal dan meneruskan bandwidth ke router. Perusahaan ini menawarkan sejumlah opsi pemasangan untuk atap, pekarangan, dan bagian luar rumah Anda. Bahkan ada aplikasi Starlink untuk Android dan iOS yang menggunakan teknologi augmented reality (AR) untuk membantu pelanggan memilih lokasi dan posisi terbaik untuk receiver mereka.

Saat ini, layanan Starlink hanya tersedia di wilayah tertentu di AS, Kanada, dan sejumlah negara lainnya, tetapi layanan tersebut sekarang menawarkan lebih dari 100.000 terminal satelit yang dikirimkan ke pelanggan. Peta jangkauan akan terus bertambah seiring semakin banyak satelit yang masuk ke konstelasi. Starlink berharap untuk meng-cover seluruh planet dalam sinyal Wi-Fi berkecepatan tinggi.

Mengapa Memerlukan Satelit bukan Kabel Serat Optik?

Fiber, atau internet yang dikirimkan melalui kabel serat optik yang dipasang di darat, menawarkan kecepatan unggah dan unduh yang memang jauh lebih cepat daripada satelit. Namun, membangun infrastruktur fiber optik hingga ke rumah-rumah bukanlah hal yang mudah. Karena itu, layanan seperti Starlink akan menjangkau sebagian besar orang yang kurang terlayani oleh jaringan kabel serat optik.

Dan jangan lupa bahwa ini adalah Elon Musk memiliki SpaceX sebagai wahana satu-satunya di planet ini yang memiliki roket yang dapat digunakan kembali dan mampu mengirimkan muatan demi muatan ke orbit. Itu keuntungan besar dalam perlombaan ruang angkasa komersial. Pesawat luar angkasa SpaceX inilah yang membawa satelit Starlink ke orbit.

Yang unik Starlink memakai konstelasi satelit low-earth (LEO) dengan jarak sekitar 550 kilometer, di mana jangkauan ini termasuk kecil dibandingkan satelit lainnya. Karena satelit Starlink berada di orbit rendah, waktu perjalanan data dari dan ke pengguna juga jauh lebih rendah daripada layanan internet satelit biasa. Sehingga latensi juga jauh lebih rendah di mana dapat memberikan internet lebih cepat dibanding provider satelit lainnya.

Menurut situs pelacak kecepatan internet Ookla, yang menganalisis kinerja internet satelit selama kuartal keempat tahun 2021, Starlink menawarkan kecepatan unduh melebihi 100 Mbps di 15 negara berbeda tahun lalu, dengan kecepatan rata-rata di kuartal IV-2021, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya.

Di AS, Starlink menawarkan kecepatan unduh rata-rata sekitar 105 Mbps dan kecepatan unggah rata-rata sekitar 12 Mbps, yaitu sekitar lima atau enam kali lebih baik daripada rata-rata pesaing satelit Viasat dan HughesNet dan hanya sedikit dari rata-rata keseluruhan untuk seluruh jaringan nirkabel tetap. Saat ini pun Starlink menawarkan layanan di 32 negara di seluruh dunia.

Bagaimana Penerapan Bisnis Starlink di Indonesia?

Indonesia memang pasar yang terbilang seksi di bisnis digital. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat saat ini terdapat kurang lebih 77 persen masyarakat sudah menggunakan internet. Pertumbuhannya sangat fantastis. Sebelum pandemi angkanya hanya 175 juta, tetapi kini ada sekitar 220 juta pengguna internet. Banyak yang berharap kehadiran satelit ini dapat memperkuat kehadiran internet dan memberikan layanan digital lebih baik.

Dalam menjalankan bisnis di Indonesia, Starlink sudah mengandeng Telkomsat. Menkominfo telah memberikan Hak Labuh Khusus NGSO PT Telkomsat sebagai pengguna korporat backhaul dalam penyelenggaraan jaringan tetap tertutup satelit Starlink bukan untuk layanan ritel pelanggan akses internet secara langsung oleh Starlink. Jadi tidak akan menjangkau pelanggan individu atau masyarakat umum.

Dengan hak labuh ini memungkinkan Starlink menjual kapasitas satelit Starlink kepada Telkomsat untuk memenuhi kebutuhan pita backhaul. Karenanya, Telkomsat membangun Gateway Station-Terestrial Component untuk menerima layanan kapasitas satelit dari Starlink. Gateway station sepenuhnya investasi dan milik Telkomsat. Tanpa gateway station Telkomsat maka satelit Starlink tidak bisa berfungsi untuk melayani backhaul Telkomsat.

Layanan ini dapat menyambung layanan di tempat-tempat yang sulit dibangun fiber optik. Layanan tersebut bisa dilakukan melalui jaringan microwave link atau kapasitas satelit seperti Starlink. Namun, layanan Starlink bukan tanpa kelemahan, terutama dari sisi jangkauan dan memang belum dilakukan uji coba di Tanah Air.

Kita lihat saja, apakah bisnis internet satelit seperti Starlink dapat memperkuat ekosistem digital? [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button