Market

Si Emas Hitam Kini Ibarat Gadis Cantik yang Dilirik Banyak Pria

Komoditas batu bara alias si emas hitam kini jadi primadona. Sejumlah negara telah memesan kiriman batu bara dari Indonesia setelah menyetop impor dari Rusia sebagai bagian dari sanksi telah melakukan invasi ke Ukraina. Ibarat Gadis cantik, si emas hitam itu kini tengah dilirik banyak pria, keuntungan pun di depan mata.

Misalnya, seperti Jerman dan Polandia, Italia, Spanyol hingga Belanda yang melakukan substitusi impor akibat sanksi terhadap batu bara Rusia. Membanjirnya permintaan ini juga sebagai antipasi memasuki musim dingin. Yang terakhir blak-blakan meminta pengiriman batu bara asal Indonesia adalah Jerman sebanyak 150 juta ton.

Peningkatan permintaan batu bara juga datang dari India dan Pakistan terkait dengan isu pasokan bahan baku kelistrikan mereka. Kementerian Pertambangan Batu Bara India bakal ke Jakarta akhir bulan ini berkaitan dengan pasokan batu bara tersebut. Sebelumnya juga datang Konsulat Jenderal dari Karachi ihwal pasokan batu bara ke Pakistan.

China, India, Jepang, dan Korea Selatan biasanya merupakan pembeli utama batubara Indonesia, dan bersama-sama menyumbang 73 persen dari ekspornya pada tahun 2021, data pelacakan kapal dari Kpler menunjukkan. Negara-negara tetangga di Asia Tenggara seperti Filipina dan Vietnam juga merupakan pasar yang berkembang. Pendapatan ekspor Indonesia dari batu bara sekitar US$3 miliar per bulan, dan merupakan salah satu pendorong utama di balik rekor ekspor negara itu tahun lalu.

Banjir pesanan batu bara jelas sebuah peluang bagi Indonesia. Selain kebutuhannya sangat besar, harga komoditas ini terus merangkak naik. Harga batu bara di Bursa ICE Newcastle pada Jumat (17/6/2022) menunjukan untuk kontrak Juli 2022 kembali mengalami penguatan setelah naik 0,41 persen ke posisi US$346,4 per ton.

Dalam tiga bulan terakhir harga batu bara terus mengalami kenaikan sebesar 51,17 persen dari perdagangan Maret 2022 di posisi US$198,30 per ton. Sentimen harga batu bara di Bursa ICE Newcastle masih relatif kuat hingga pertengahan tahun ini dengan kenaikan harga komoditas itu mencapai 280,87 persen secara tahunan.

Harga batu bara ikut memanas seiring dengan rencana Jerman menambah permintaan dari Indonesia sejumlah 150 juta ton. Bahkan, pemerintah akan merevisi rencana kerja dan anggaran belanja atau RKAB perusahaan batu bara untuk dapat memenuhi permintaan tersebut.

Kemampuan Produksi

Sanggupkah Indonesia memenuhi lonjakan permintaan? Saat ini sumber tambang emas hitam di Indonesia masih mencukupi. Produksi batu bara di pertengahan Juni 2022 ini masih lebih kecil dibandingkan dengan produksi batu bara pada Juni 2021 yang mencapai 286 juta ton. Jadi permintaan dari negara-negara Uni Eropa tersebut tentu saja sangat mungkin terpenuhi.

“Sumber dari kita masih cukup kok termasuk yang besar-besar. Termasuk PTBA dan lain lain masih cukup kita,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin.

Rencananya Kementerian ESDM akan menambah kuota produksi batu bara tahun ini yang diperuntukkan untuk ekspor. Meski demikian, belum diumumkan besaran angka pasti yang akan ditambah di dalam perubahan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) 2022.

Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, produksi batu bara Indonesia sampai pada 16 Juni 2022 telah mencapai 270,24 juta ton atau 40,76 persen dari target produksi batu bara 2022 yang ditetapkan sebanyak 663 juta ton.

Sementara berdasarkan per Jumat (17/6/2022), realisasi produksi batu bara baru mencapai 271,78 juta ton. Sedangkan realisasi ekspor menyentuh di angka 95,79 juta ton dan domestik berada di kisaran 72,65 juta ton. Di sisi lain, pemenuhan pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) sudah mencapai 54,03 juta ton.

Kebutuhan PLN

Mungkin publik masih ingat bahwa pada awal tahun ini, pemerintah menangguhkan ekspor bahan bakar ini. Kebijakan pelarangan ekspor batu bara itu berlaku pada 1-31 Januari 2022. Kebijakan ini dipicu kritisnya pasokan batu bara untuk kepentingan dalam negeri, khususnya untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero) dan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/ IPP).

Dalam sebuah risalah rapat penambang dan Kementerian Perdagangan sempat terungkap dari 418 penambang, tidak menjual satu pun batu bara mereka ke pembangkit lokal tahun lalu. Indonesia mewajibkan penambang batu bara lewat kebijakan DMO untuk menjual 25 persen produksi mereka secara lokal dengan harga maksimum US$70 per ton untuk pembangkit listrik.

Sementara itu, harga ekspor patokan yang ditetapkan pemerintah telah melonjak sejak awal 2021, mencapai puncaknya pada US$215 per ton pada November 2021, karena krisis energi global.

Per 1 Februari 2022 akhirnya pemerintah mencabut kebijakan itu dan kembali mengizinkan perusahaan batu bara untuk mengekspor kembali. Kegiatan ekspor berlaku bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B. Langkah ini dilakukan guna menjamin terpenuhinya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik.

Berarti kini tinggal kesiapan pengusaha batu bara menangkap peluang untuk melakukan ekspor dan menyiapkan pasokannya. Yang jelas ini merupakan kabar gembira bagi para perusahaan tambang. Namun apakah perusahaan-perusahaan pemilik tambang ini siap menggenjot produksinya?

Hal ini mengingat selama kuartal 1 2022 ini di beberapa penambang, tingkat produksi sulit terangkat bahkan targetnya sempat terkoreksi cukup dalam akibat cuaca buruk. Selain itu masih perlu meningkatkan ketersediaan alat tambang dan armada laut seperti kapal pengangkut tongkang serta kemudahan regulasi ekspor.

Jadi masih perlu waktu juga bagi pengusaha tambang untuk mempersiapkan diri melayani lonjakan permintaan ini. Tentu perlu juga dipikirkan dukungan dari pemerintah secara cepat agar bisa memenuhi permintaan ini. Kalau tidak, produksi akan keteteran dan peluang mendapatkan hasil manis dari penjualan si emas hitam ini tak akan maksimal. [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button