Sunday, 30 June 2024

Setelah Gaduh Penolakan, Bos Tapera Umbar ‘Janji Manis’ Begini

Setelah Gaduh Penolakan, Bos Tapera Umbar ‘Janji Manis’ Begini


Pekan ini, kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dari Presiden Jokowi sukses melahirkan kegaduhan yang luar biasa. Pekerja dan pengusaha menolak Tapera karena menambah beban mereka. Gaji pas-pasan malah disunat untuk Tapera.

Menyikapi derasnya penolakan, Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho menyampaikan janji manis. Melalui Tapera, pekerja bisa mencicil rumah dengan angka yang lebih rendah.

“Tapera meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menjangkau harga rumah tersebut, melalui apa? Melalui penurunan suku bunga, yang pada akhirnya menurunkan besaran angsuran bulanan peserta,” kata Heru di Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta, Jumat (31/5/2024).

Selanjutnya, Heru memaparkan, perbandingan angsuran peserta Kredit Perumahan Rakyat (KPR) lewat Tapera dengan bank konvensional. Asumsinya, rumah yang harganya di kisaran Rp300 juta, seperti rumah susun.

Bagi peserta Tapera, besarnya cicilan sebesar Rp2,1 juta per bulan dengan asumsi bunga 11 persen. Sementara, KPR dari bank konvensional, cicilannya sekitar Rp3,1 juta per bulan dengan asumsi bunga 11 persen.

“Jadi, perhitungan kami terdapat selisih angsuran sebesar sekitar Rp1 juta per bulan, jika mengambil satuan rumah susun dengan harga asumsi Rp300 juta,” katanya.

Keuntungan dari simulasi tersebut, kata Heru, angsuran peserta Tapera senilai Rp2,1 juta per bulan juga sudah termasuk tabungan.

“Karena sebelum mendapatkan benefit dan manfaat, peserta harus nabung. Untuk apa? Untuk menunjukkan kemampuan kapasitasnya dalam mengangsur,” katanya.

Dikatakan Heru, nominal Rp1 juta per bulan yang dihemat peserta Tapera setiap bulan dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya di akhir masa kepesertaan.

“Peserta akan mendapatkan benefit pengembalian tabungan, beserta hasil pemupukannya hanya dengan Rp2,1 juta. Kalau Rp3,1 juta angsuran bank konvensional itu angsuran doang, enggak pakai tabungan, ini Rp2,1 juta plus tabungan dikembalikan pada masa KPR-nya selesai,” katanya.

Sebelumnya, Presiden Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (DPP ASPEK Indonesia), Mirah Sumirat menegaskan penolakan dari kelompok pekerja dan buruh terhadap Tapera. Selama ini, pekerja dan buruh tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan PP 21/2024 yang merevisi PP 25/2020 tentang Tapera.

“Sudah berat gajinya dipotong sekarang tabungan buruh sudah gak ada, kami kecewa dan menolak ini. PP ini tidak pernah ada keterlibatan secara komunikasi dengan pekerja buruh,” ujarnya.

Pun demikian, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani meminta PP Tapera dikaji ulang, karena memberatkan. Sejak awal kalangan serikat pekerja tidak dilibatkan dalam menyusun regulasi tersebut.

“Pemotongan 3 persen sangat memberatkan buruh dan kami mengusulkan Tapera tidak bersifat wajib. Kami usulkan bersifat opsional dan menjadi pilihan untuk bisa ikut atau tidak,” timpalnya.

Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Sunarno mengecam serta menolak keras kewajiban buruh membayar iuran Tapera.

“Bahwa kami unsur serikat buruh yang mewakili buruh tidak pernah diajak dialog atau diskusi untuk membahas PP 21 tersebut. Sangat jelas pemerintah memutuskan PP Tapera secara sepihak. Prinsip demokrasi dan musyawarah, tidak dilakukan,” sebutnya.